Oleh karena itu, pemerintah menjamin tahu dan tempe tetap tersedia di masyarakat.
Hal ini sekaligus merespons pernyataan Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) yang akan mogok produksi pada 1-3 Januari 2021 lantaran harga kedelai impor yang terus naik.
Baca juga: Produksi Sedang Surplus, Harga Beras Tahun Depan Diyakini Normal
Sekretaris Jenderal Kemendag mengatakan, mereka telah melakukan koordinasi dengan Gakoptindo, di mana para produsen tersebut akan melakukan penyesuaian harga tahu dan tempe dengan harga kedelai impor.
Menurut dia, dari pembahasan kedua pihak diketahui bahwa harga kedelai impor di tingkat perajin mengalami penyesuaian dari Rp 9.000 per kilogram pada November 2020 menjadi Rp 9.300-Rp 9.500 per kilogram pada Desember 2020, atau naik sekitar 3,33 persen-5,56 persen.
“Kemendag terus mendukung industri tahu tempe Indonesia. Dengan penyesuaian harga, diharapkan masyarakat akan tetap dapat mengonsumsi tahu dan tempe yang diproduksi oleh perajin,” ujar Suhanto dalam keterangan resminya, Jumat (1/1/2021).
Baca juga: Enam Video Terkait Kemanusiaan dan Lingkungan Hidup Raih Penghargaan
Suhanto menyebutkan, berdasarkan data Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo), saat ini para importir selalu menyediakan stok kedelai di gudang sekitar 450.000 ton.
Sedangkan kebutuhan kedelai untuk para anggota Gakoptindo diperkirakan sebesar 150.000-160.000 ton per bulan.
"Maka stok kedelai tersebut seharusnya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan 2-3 bulan mendatang," kata dia.
Suhanto mengatakan, pada Desember 2020, harga kedelai dunia tercatat sebesar 12,95 dollar AS per bushels, naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat 11,92 dollar AS per bushels.
Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar 461 dollar AS per ton, naik 6 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 435 dollar AS per ton.
Ia menambahkan, faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia diakibatkan lonjakan permintaan kedelai dari China ke Amerika Serikat (AS).
China sendiri merupakan negara eksportir kedelai terbesar dunia.
Pada Desember 2020 permintaan kedelai China naik 2 kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton.
Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan AS, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia.