TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi II DPR RI angkat bicara mengenai kasus pemalsuan sertifikat tanah milik keluarga mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung menilai, kasus tersebut merupakan gejala gunung es yang memang telah banyak terjadi kasus serupa.
"Jadi kasus yang dialami Ibu Pak Dino ini gejala gunung es, yang sebetulnya masih banyak sekali, karena banyak sekali. Saya menyerahkan ada 6 peti semua aspirasi masalah pertanahan yang tidak selesai," kata Doli, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/2/2021).
Baca juga: Polda Metro Sebut Pihak Dino Patti Djalal Sudah Buat 3 Laporan Polisi Kasus Mafia Tanah
Doli mengatakan, kasus yang dialami keluarga Dino menunjukkan masih banyaknya pekerjaan rumah dari Kementerian ATR/BPN.
Lantas, Doli menyinggung program Kementerian ATR/BPN yang akan mengubah sertifikat tanah menjadi elektronik.
Doli melihat, program itu belum tepat dilakukan karena masalah pertanahan saat ini masih belum terselesaikan.
"Saya kira itu yang saya katakan kemarin pada saat kantor BPN dan meluncurkan soal sertifikat elektronik itu ya. Kami sih sebetulnya, sayalah secara pribadi, program yang diluncurkan oleh ATR BPN itu mungkin memang baik tapi waktunya belum tepat," ucap Doli.
"Karena apa? Masalah pertanahan kita ini masih banyak sekali, PR-nya masih menumpuk, saya hampir setiap hari menerima aduan, soal sengketa, soal pencaplokan, soal konflik," imbuhnya.
Baca juga: BPN Pastikan Tidak Akan Menarik Sertifikat Fisik yang Dimiliki Masyarakat
Politikus Partai Golkar itu mendesak Kementerian ATR/BPN menyelesaikan dulu masalah pertanahan.
Sebab, belakangan ini memang masalah pertanahan sedang disorot, termasuk oleh Menko Polhukam yang menyinggung Hak Guna Usaha (HGU) yang masih belum sesuai dengan peruntukannya.
"Nah jadi harusnya kementerian ATR itu menyelesaikan itu dulu, belum lagi misalnya Pak Menko Polhukam mengatakan ada banyak sekian tanah dikuasai oleh segelintir orang, belum lagi kita melihat bahwa ada HGU yang tidak sesuai dengan peruntukannya, jadi PR-nya masih sangat banyak," pungkasnya.