TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Pasutri ST dan ER kini tengah jadi sorotan.
Pasalnya mereka merupakan otak dibalik praktek aborsi ilegal yang baru-baru ini dibongkar Polda Metro Jaya.
Tetangga dekat kediaman pasangan suami istri (pasutri) ST dan ER, tersangka kasus praktik aborsi ilegal di Bekasi berbagi cerita soal ST dan ER.
Dikenal Sebagai Pengusaha Kuliner
Tetangga dekat kediaman pasutri ST dan ER, tidak tahu menahu soal latar belakang keduanya.
Namun rekam jejak pasutri tersebut sempat diketahui warga sekitar, mereka pernah membuka usaha kuliner di daerah Mustikajaya, Kota Bekasi.
"Dagang nasi kalau yang saya tahu di Royal Park, sayur mateng, gado-gado gitu," kata seorang tetangga bernama Bonim, Rabu (10/2/2021).
Dia tidak mengetahui secara pasti, apakah usaha kuliner yang dijalankan pasutri tersebut masih beroperasi atau tidak.
Baca juga: Pasutri di Bekasi Jadi Otak Aborsi Ilegal, Hanya Terima Janin Berusia di Bawah 2 Bulan
Terkenal Cukup Sibuk dan Jarang Interaksi
Aktivitas keduanya selama ini memang cukup sibuk, bahkan saking sibuknya, mereka jarang berinteraksi dengan tetangga dekat rumah.
"Makanya kami kaget gerebek-grebek, padahal kami enggak tahu apa-apa," ucap Bonim.
Bonim menjelaskan, pasutri ST dan ER sudah tinggal di kediamannya sejak sekitar delapan tahun.
Sejak saat itu, mereka cenderung tertutup dengan warga sekitar.
"Semenjak dia tinggal di sini juga saya belum pernah masuk ke rumah dia, makanya kami enggak begitu deket," jelasnya.
Dikenal Baik dan Suka Berbagi
Meski kurang begitu akrab, Bonim menilai pasutri tersebut cukup baik dengan warga sekitar.
Mereka kerap berbagi sesuatu meski tidak berinteraksi secara intens.
"Kalau ngobrol kaga, soalnya dia asal pulang sore, pergi pagi pulang sore gitu, sama tetangga baik kalau ada apa-apa bagi," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Polda Metro Jaya meringkus pasutri pelaku praktik aborsi ilegal di Kampung Cibitung, RT01 RW05, Kelurahan Padurenan, Mustikajaya, Kota Bekasi.
Tersangka masing-masing berinisial ST dan ER pasangan suami istri, serta seorang tersangka lagi berinisial RS.
Penangkapan dilakukan di kediaman tersangka sekaligus lokasi praktik aborsi ilegal, pada Senin (1/2/2021) sekira pukul 14.00 WIB.
Promosikan Jasa Aborsi Online
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, keduanya memasarkan jasa aborsi ilegal itu melalui website dan Whatsapp.
Dari informasi yang dihimpun, website yang dimaksud adalah hellodok.web.id.
"Bentuk pemasarannya itu melalui media sosial. Yang memasarkan itu suaminya, ST," kata Yusri saat merilis kasus ini di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (10/2/2021).
Melalui website tersebut, pasien akan terhubung ke sebuah nomor Whatsapp yang digunakan untuk berkomunikasi dan menyepakati harga dengan para tersangka.
"Kemudian korban janjian di salah satu tempat yang sudah disepakati dan deal dengan harganya. Kemudian korban atau si ibu yang akan melakukan aborsi ini dibawa ke tempat aborsi di kediamannya (tersangka)," terang Yusri.
Tersangka ST dan ER mematok harga jutaan Rupiah untuk sekali melakukan praktik aborsi ilegal.
"Tarifnya yang dia terima Rp 5 juta rupiah," kata Yusri.
Namun, dalam melancarkan aksinya, tersangka juga memanfaatkan peran calo.
Bahkan, Yusri mengungkapkan calo tersebut mendapat keuntungan lebih besar dibandingkan ST dan ER.
"Ada pembagiannya. Rp 5 juta si korban membayar. Rp 3 juta untuk calo dan Rp 2 juta untuk yang melakukan tindakan," ujar dia.
Pasangan suami istri itu mengaku sudah lima kali melakukan praktik aborsi ilegal di kediamannya.
Namun, keduanya ternyata tidak memiliki latar belakang di dunia kedokteran.
Tersangka hanya belajar melakukan aborsi dari tempat dia bekerja sebelumnya.
"ER ini sebagai pelaku yang melakukan tindakan aborsi. Dia tidak memiliki kompetensi sebagai tenaga kesehatan, apalagi jadi dokter," ucap Yusri.
Berdasarkan hasil penyelidikan, ER ternyata pernah bekerja di klinik aborsi di kawasan Tanjung Priok pada tahun 2000.
Di tempat itu, ER bekerja selama empat tahun di bagian pembersihan jasad janin yang telah diaborsi.
"Dari situ lah dia belajar untuk melakukan tindakan aborsi," ungkap Yusri.
Namun demikian, lanjut Yusri, ER hanya menerima permintaan aborsi dengan usia janin di bawah dua bulan atau sekitar delapan minggu.
"Karena bagi dia usia (janin) di bawah delapan minggu itu mudah untuk dihilangkan atau dibuang buktinya karena bentuknya masih berupa gumpalan darah," ujar dia.
Selain pasangan suami istri ST dan ER, polisi juga menangkap RS yang merupakan pasien aborsi ilegal.
RS mengaku terpaksa menggugurkan janinnya karena takut tidak dapat menghidupinya ketika lahir nanti.
Ia mengatakan, keluarganya sedang hidup dalam kondisi kesulitan ekonomi, ditambah suaminya yang tengah terbaring sakit.
"Menurut pengakuannya, suaminya sedang sakit sehingga ada keterbatasan ekonomi sehingga harus menggugurkan. Takut nanti menanggung pada saat melahirkan," ujarnya.
Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain satu kantong plastik berisi jasad janin hasil aborsi, satu set alat vakum, tujuh botol air infus dan selang, serta, satu kotak obat perangsang aborsi.
Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara. (tribun network/thf/TribunJakarta.com)