TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas Perempuan menilai mencuatnya polemik Aisha Wedding menunjukkan pemerintah dan masyarakat semakin peduli pada upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan polemik tersebut menunjukkan pemerintah dan masyarakat juga menentang perkawinan anak.
Komnas Perempuan, kata Andy, mengapresiasi banyak pihak sigap dengan persoalan ini, baik dari masyarakat sipil maupun kementerian atau lembaga antara lain Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) maupun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Komnas Perempuan, kata dia, juga mendukung langkah kepolisian melakukan penyelidikan menyeluruh mengenai pelaksana iklan tersebut.
Sebab menurutnya iklan tersebut mendorong pelanggaran hukum terkait usia minimum pernikahan dan juga memiliki indikasi perdagangan orang melalui modus perkawinan anak.
Secara khusus, kata Andy, langkah sigap dari pemerintah akan membantu pelaksanaan Pasal 28G Ayat 1 UUD NRI 1945 tentang jaminan atas rasa aman, selain tentang hak anak (Pasal 28B Ayat 2).
Baca juga: Komisi III Minta Bareskrim Polri Usut Aisha Weddings yang Promosikan Nikah Muda hingga Siri
"Kesigapan berbagai pihak menunjukkan bahwa pemerintah dan masyarakat kita semakin peduli, paham dan berkomitmen dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, melibatkan diri secara aktif dalam upaya menentang perkawinan anak, dan juga dalam upaya memperjuangkan keadilan bagi perempuan korban," kata Andy saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (11/2/2021).
Dari informasi yang dihimpun, kata dia, jasa yang diajukan juga mendorong perkawinan lebih dari satu tanpa memperhitungkan pengalaman kelam perempuan akibat praktik perkawinan ini.
Ketiga persoalan tersebut yakni perkawinan anak, indikasi perdagangan orang, perkawinan poligami dalam amatan Komnas Perempuan, kata dia, menempatkan perempuan dalam risiko tinggi mengalami kekerasan berkelanjutan di dalam rumah tangga atau keluarga.
Untuk itu, kata Andy, selain langkah hukum peristiwa tersebut juga perlu jadi pengingat untuk memperkuat langkah-langkah pendidikan dan transformasi budaya terkait perkawinan anak serta mendorong relasi yang setara antara laki-laki dan perempuan di dalam rumah tangga dan keluarga.
Pendidikan tersebut, kata Andy, dapat dilakukan melalui berbagi langkah kreatif, melibatkan pekerja seni budaya, tokoh agama dan tokoh masyarakat, maupun upaya-upaya penguatan masyarakat yang beragam.
Saat bersamaan, lanjutnya, langkah pendidikan publik juga perlu dilakukan secara terstruktur, terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional.
"Kerjasama dari Kemendikbud, Kemenag dan KPPPA dalam upaya pendidikan ini dengan melibatkan unsur-unsur dari masyarakat menjadi kunci," kata Andy.