News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ujaran Kebencian

Saksi Ahli Sakit, Sidang Kasus Pentolan KAMI Ditunda Pekan Depan

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pentolan KAMI Jumhur Hidayat dengan kedua tangan terborgol, keluar dari ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/4/2021).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejatinya menjadwalkan sidang kasus penyebaran berita bohong dan keonaran, untuk terdakwa deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat, pada Kamis (8/4). Namun sidang diputuskan ditunda.

Sidang ditunda lantaran saksi ahli bahasa yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) berhalangan hadir karena alasan sakit.

"Ahli hari ini tak bisa hadir karena sakit sebagaimana disampaikan jaksa di persidangan," kata kuasa hukum Jumhur Hidayat, Oky Wiratama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.

Ketua Majelis Hakim Agus Widodo memutuskan menunda sidang dan menjadwalkan kembali agenda mendengar keterangan saksi ahli pada Senin, 12 April 2021.

Hakim juga memerintahkan jaksa menghadirkan dua saksi ahli sekaligus dalam sidang berikutnya.

"Jaksa diperintahkan oleh hakim untuk menghadirkan dua ahli sekaligus," tutur Oky.

Baca juga: Haris Azhar: Jutaan Orang Cuit Soal Omnibus Law, Tapi Hanya Jumhur Hidayat yang Dituduh Buat Gaduh

Jumhur Hidayat Didakwa Sebar Berita Bohong dan Buat Onar di Medsos

Jaksa Penuntut Umum mendakwa Jumhur Hidayat menyebarkan berita bohong dan membuat keonaran lewat cuitan di akun Twitter pribadinya, terkait Undang - Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Jaksa menilai cuitan Jumhur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.

Akibat dari cuitannya itu, timbul polemik di tengah masyarakat terhadap produk hukum pemerintah. Sehingga berdampak pada terjadinya rangkaian aksi unjuk rasa yang dimulai pada 8 Oktober 2020, hingga berakhir rusuh.

"Salah satunya, muncul berbagai pro kontra terhadap Undang-undang Cipta Kerja tersebut sehingga muncul protes dari masyarakat melalui demo. Salah satunya, demo yang terjadi pada tanggal 8 Oktober 2020 di Jakarta yang berakhir dengan kerusuhan," imbuh jaksa.

Cuitan Jumhur yang dianggap menyalakan api penolakan masyarakat terhadap UU Cipta Kerja terjadi pada 25 Agustus 2020. Melalui akun Twitter @jumhurhidayat, ia mengunggah kalimat "Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".

Kemudian pada 7 Oktober 2020, Jumhur kembali mengunggah cuitan yang mirip - mirip berisi "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTOR dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BEERADAB ya seperti di bawa ini".

Atas perbuatannya, Jumhur didakwa dengan dua dakwaan alternatif. Pertama, Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP, atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari Undang - Undang RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini