Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diwakili Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah II meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta untuk melakukan kaji ulang atau review optimal atas Harga Perkiraan Sementara (HPS) dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ).
Hal ini disampaikan saat rapat koordinasi dengan agenda Pelaporan Kemajuan Pemenuhan Bukti Dukung MCP (Monitoring Centre for Prevention) Korsup Pencegahan KPK Tahun 2021 untuk Indikator PBJ, bertempat di Ruang Rapat I Sekretariat Daerah, Balaikota Provinsi DKI Jakarta, Kamis (22/4/2021).
Kepala Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Direktorat Korsup Wilayah II KPK Dwi Linda Aprilia menyatakan, untuk pengawasan indikator PBJ di Pemprov DKI Jakarta, KPK fokus pada pemantauan apakah Pemprov DKI Jakarta telah melaksanakan reviu optimal HPS dan probity audit atau belum.
Baca juga: Sosok Ihsan Yunus Tak Ada Dalam Dakwaan Juliari Batubara, Ini Jawaban KPK
Probity audit, kata Linda, adalah penilaian untuk memastikan proses PBJ sesuai prinsip integritas, benar, dan jujur.
Di dalam indikator PBJ, sambung Linda, terdapat lima sub-indikator yang menjadi lingkup penilaian KPK.
Kelima sub-indikator itu adalah ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) Unit Kerja PBJ, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, perangkat pendukung, penayangan SiRUP (Sistem Infromasi Rencana Umum Pengadaan), serta adanya upaya pengendalian dan pengawasan.
Baca juga: KPK Periksa Penyidik yang Diduga Peras Wali Kota Tanjungbalai Rp1,5 Miliar
Berdasarkan skor aplikasi MCP KPK, nilai indikator PBJ dari Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2020 adalah 64,7 persen.
Skor ini relatif rendah dibandingkan dengan beberapa indikator MCP lainnya.
Dan, nilai sub-indikator terendah dari PBJ yaitu pada penayangan SiRUP, yang salah satu aspeknya yang masih bernilai sangat rendah atau nol persen adalah reviu HPS.
Baca juga: KPK Telusuri Proses Pengadaan Tanah di Internal Sarana Jaya
“Kita akan fokus pada reviu HPS dan probity audit. Kami ingin mendorong peran Inspektorat dalam hal ini. Kemudian, kami mewajibkan minimal sepuluh paket kegiatan PBJ dilakukan reviu HPS, tapi untuk Pemprov DKI Jakarta sebaiknya jangan hanya sepuluh. Lalu, sesuai pedoman, dari sepuluh paket kegiatan itu, sebanyak lima paket kegiatan dilakukan probity audit. Intinya, kami mendorong ke arah pencegahan korupsi di sektor PBJ,” ujar Linda lewat siaran pers KPK.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah Sigit Wijatmoko mengusulkan agar pemilihan paket-paket kegiatan PBJ di Pemprov DKI Jakarta untuk diaudit oleh Inspektorat dan Perwakilan BPKP Provinsi DKI Jakarta didasarkan atas urgensi kegiatan.
“Sebaiknya, dalam memilih paket-paket kegiatan yang akan direviu dan dilakukan probity audit, kita tak hanya melihat dari sisi besarnya nilai keuangan yang dibutuhkan, tapi urgensi kegiatan. Jadi, risiko-risiko dalam hal pengadaan barang dan jasa harus pula diperhatikan,” usul Sigit.
Selanjutnya, Kepala Perwakilan BPKP DKI Jakarta Samono mengatakan bahwa reviu HPS dalam pelaksanaan PBJ merupakan sesuatu yang sangat penting.
Hal ini, katanya, karena berdasarkan sejumlah pengalaman selama ini bila ada perkara korupsi, pelaksanaan reviu HPS kerap diselidiki untuk memeriksa adanya celah korupsi di sana.
“Terkait pemenuhan indikator PBJ, kegiatan reviu HPS khusus DKI Jakarta saya lihat dari dua hal. Pertama, yang nilai proyeknya besar, titik kritikalnya saat pemilihan konsultan proyek. Perlu diketahui, pentingnya reviu HPS karena reviu HPS paling sering menjadi celah potensi korupsi. Kedua, ke depannya kami BPKP dan Inspektorat DKI Jakarta akan bersama memenuhi parameter-paramenter atau indikator-indikator dalam aplikasi MCP KPK,” sebut Samono.
Menanggapi masukan Pemprov DKI Jakarta dan BPKP, Linda menyebutkan bahwa dalam rencana pelaksanaan reviu HPS dan probity audit, perlu dipetakan dahulu mana-mana saja kegiatan yang strategis.
Kemudian, lanjut Linda, ditelaah mana kegiatan dengan nilai terbesar, lalu nantinya dipilih sekitar 25 paket kegiatan yang dianggap berisiko. Lalu, dipilih sepuluh paket kegiatan berdasarkan risiko tertinggi.
Jadi, review HPS berdasarkan risiko masing-masing.
“Yang melakukan review HPS adalah Inspektorat Pemprov DKI Jakarta, tapi dalam hal ini Inspektorat dibantu oleh Perwakilan BPKP Provinsi DKI Jakarta,” tegas Linda.
Linda mengingatkan pula bahwa ketika pengawasan dalam PBJ rendah, kemungkinan timbulnya kecurangan atau fraud menjadi relatif tinggi.
Pihaknya, tutur Linda, berharap, kaji ulang HPS ini dilakukan untuk paket-paket kegiatan yang belum dilaksanakan.
Dan, terkait probity audit, agar dilaksanakan dengan dimulai dari proses perencanaan.
Di akhir rapat, Linda meminta kepada Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) Pemprov DKI Jakarta untuk menambahkan informasi mengenai timeline paket-paket pengadaan yang akan dilakukan. Informasi ini, pinta Linda, harus segera disampaikan kepada KPK, Senin (26/4/2021).
Hadir juga dalam rapat adalah Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta, Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi DKI Jakarta, perwakilan Inspektorat Daerah, perwakilan Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD), dan Dinas Komunikasi dan Info Pemprov DKI Jakarta.