Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta meminta seluruh pengusaha membayar Tunjangan Hari Raya (THR) karyawannya paling lambat tujuh hari sebelum lebaran.
Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Nomor 12/SE/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR keagamaan 2021.
SE itu diteken anak buah Anies Baswedan, Kepala Disnakertrans DKI Jakarta Andri Yansyah pada 14 April 2021.
Baca juga: THR PNS Segera Cair, Berikut Besaran yang Diterima Berdasarkan Golongan
"Perusahaan memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 kepada pekerja/buruh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan," tulis Andri dikutip TribunJakarta.com, Selasa (27/4/2021).
Dalam aturan itu, Andri meminta pengusaha atau perusahaan yang tak bisa membayar THR tepat waktu untuk berdialog dengan karyawan atau buruhnya.
Kemudian, hasil dari dialog tersebut harus dilaporkan kepada Disnakertrans DKI Jakarta.
Baca juga: Menaker Beri Kelonggaran Bayar THR Paling Lambat H-1 Lebaran
Laporan itu bisa diserahkan langsung ke kantor Disnakertrans yang beralamat di Jalan Prajurit KKO Usman Harun No 52, kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat.
Bisa juga laporan itu dikirim secara daring lewat email Disnakertrans DKI Jakarta ke thr@jakarta.go.id.
"Melaporkan langkah-langkah pelaksanaan pemberian THR keagamaan tahun 2021 yang telah dilakukan oleh perusahaan melalui utas bit.ly/laporanthr2021 paling lambat tanggal 6 Mei," tuturnya.
Menteri Ketenagakerjaan Kembali Ingatkan Pengusaha Segera Bayar THR
Menaker Ida Fauziyah kembali mengingatkan kalangan pengusaha untuk segera membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja atau buruh selambat-lambatnya H-7 perayaan Idul Fitri 1442 H.
Menurut Ida Fauziyah, pembayaran THR secara penuh akan berdampak positif terhadap perekonomian.
Hal tersebut menurutnya akan mendorong daya beli masyarakat, khususnya pekerja dan buruh.
“Peningkatan konsumsi akan berimbas pada meningkatnya perputaran ekonomi yang semakin cepat,” kata Ida saat menjadi narasumber di FMB 9, Senin (26/4/2021).
Baca juga: Menaker Beri Kelonggaran Bayar THR Paling Lambat H-1 Lebaran
Berdasarkan hal tersebut maka pada tahun ini pemerintah berkomitmen bahwa THR 2021 harus dibayarkan secara penuh dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebab di awal tahun 2021, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai insentif kepada pengusaha, untuk memulihkan pergerakan ekonomi dengan membayarkan THR kepada pekerja/buruh.
Ditegaskan Ida, Pemerintah sangat serius dalam pembayaran THR tahun 2021, karena ini merupakan salah satu instrumen agar dapat cepat memulihkan perekonomian Indonesia.
Baca juga: Menaker: Posko THR 2021 Sudah Ada di 34 Provinsi Indonesia
Keseriusan ini, dapat terlihat dengan digalakkannya pembentukan Posko THR, dan dilibatkannya Serikat Pekerja (SP)/Serikat Buruh (SB) dan Pengusaha yang tergabung dalam Dewan Pengupahan Nasional sebagai tim pemantau Posko THR.
"Dilibatkannya SP/SB dan Pengusaha yang tergabung dalam Dewan Pengupahan Nasional bertujuan agar pelaksanaan pembayaran THR tahun 2021 dapat transparan dan terlaksana dengan baik," ujar Menaker.
Kepada para pengusaha yang telat membayar THR dan melewati tenggat H-1 Lebaran, akan ada sanksi 5 persen dari besaran THR yang harus dibayarkan kepada pekerja.
Baca juga: Kemnaker: Pekerja Kontrak dan Outsourcing Tetap Berhak Terima THR
Sedangkan bagi pengusaha yang tidak membayar THR, sanksinya mulai dari teguran hingga pembatasan aktivitas usaha.
“Ada denda sesuai ketentuan waktu, denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayar,” lanjutnya.
Dengan kondisi perekonomian pada fase pemulihan, dan situasi ekonomi jauh lebih baik dibandingkan periode sebelumnya, Menaker Ida meyakini kondisi kalangan pengusaha sudah membaik dan mampu membayar THR secara penuh dan tepat waktu.
Pemerintah pun telah memberikan banyak insentif kepada pengusaha, sehingga pengusaha dapat berkontribusi lebih besar dalam memulihkan pergerakan ekonomi dengan membayarkan THR kepada pekerja.
Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar THR sesuai ketentuan dan waktu yang ditentukan, pemerintah memberikan kelonggaran bagi perusahaan/pengusaha terdampak pandemi Covid-19.
Yakni penundaan pembayaran THR paling lambat H-1 Lebaran, sepanjang pengusaha tersebut melakukan dialog dengan para pekerja dan menyampaikan laporan keuangannya.
Menaker Ida Fauziyah menjelaskan, hasil kesepakatan antara perusahaan dan pekerja tersebut harus dibuat secara tertulis dan harus dilaporkan kepada Dinas Ketenagakerjaan kabupaten/kota paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.
"(Kesepakatan tertulis-red) Ini tidak menghilangkan kewajiban membayar THR sesuai besaran dalam peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Menaker: Posko THR 2021 Sudah Ada di 34 Provinsi Indonesia
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan Posko THR 2021 sudah ada di 34 provinsi di seluruh Indonesia.
“Sudah semua, 34 provinsi sudah ada Posko THR-nya,” kata Ida Fauziyah saat menjadi narasumber di acara FMB 9 Kominfo, Senin (26/4/2021).
Ida mengatakan, Posko THR 2021 tidak hanya dibentuk di pusat, tetapi juga di Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.
Baca juga: Posko THR Kemnaker Sudah Terima 194 Laporan
Pendirian Posko THR di pusat dan daerah ini dilakukan agar pelaksanaan koordinasi menjadi lebih efektif.
"THR adalah pendapatan non upah yang harus dibayarkan kepada pekerja/buruh," kata Ida
Menurut Ida peran pemerintah daerah terkait adanya Posko THR di hampir semua provinsi di Indonesia sangat penting.
Baca juga: Pekerja Kontrak dan Outsourcing Tetap Berhak Terima THR
Alasannya THR mendorong tingkat konsumsi, dimana uang THR akan diputar untuk dibelanjakan keperluan lebaran dan juga dikirim ke kampung halaman.
Jika masyarakat berbelanja, otomatis permintaan di pasar akan meningkat. Dengan demikian, penjualan industri kembali naik.
Ia berharap, Posko THR dapat berjalan sesuai dengan mekanisme dan ketentuan perundangan dengan tertib dan efektif, serta tercapai kesepakatan yang dapat memuaskan para pihak, yaitu pekerja/buruh dan pengusaha.
Baca juga: THR Akan Dibayarkan Penuh Paling Lambat H-7 Lebaran, Simak Ketentuannya Berikut Ini
Bagi pengusaha yang melakukan pelanggaran pelaksanaan THR Keagamaan 2021, ia meminta kepada Gubernur, Bupati, dan Wali Kota agar tidak segan-segan menjatuhkan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
“Pengawas ketenagakerjaan di dinas ketenagakerjaan provinsi, bila ada perusahaan yang tidak mampu melaksanakan pembayaran H-7, agar membuat kesepakatan terkait jangka waktu dengan ketentuan H-1,” ujarnya
“Ada denda sesuai ketentuan waktu, denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayar,” katanya.
Pekerja Kontrak dan Outsourcing Tetap Berhak Terima THR
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos ) Kemnaker Indah Anggoro Putri memastikan pekerja dengan status outsourcing (alih daya), kontrak, ataupun pekerja tetap (PKWT dan PKWTT) berhak menerima Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan.
Pembayaran THR Keagamaan ini sesuai Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, pada prinsipnya mewajibkan pengusaha untuk memberi THR Keagamaan secara penuh kepada pekerja/buruhnya pada H-7 Lebaran.
"THR Keagamaan wajib diberikan dalam bentuk uang rupiah dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan," kata Putri di kantor Kemnaker Jakarta, Minggu (25/4/2021).
Dijelaskan Putri, ada tiga jenis pekerja/buruh yang berhak memperoleh THR Keagamaan.
Pertama, pekerja/buruh berdasarkan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) yang memiliki masa kerja 1 bulan secara menerus atau lebih.
Kedua, pekerja/buruh berdasarkan PKWTT yang mengalami PHK oleh pengusaha terhitung sejak H-30 hari sebelum hari raya keagamaan. Ketiga, pekerja/buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, apabila dari perusahaan lama belum mendapatkan THR.
"THR wajib dibayar penuh dan tepat waktu. Dalam pembayaran THR tidak ada perbedaan status kerja. Para pekerja outsourcing maupun pekerja kontrak, asalkan telah bekerja selama 1 bulan atau lebih dan masih memiliki hubungan kerja pada saat hari keagamaan berlangsung, maka berhak mendapatkan THR juga," ujar Putri.
Ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan adalah 1 bulan upah untuk pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, sedangkan pekerja/buruh yang masa kerjanya 1 bulan secara terus menerus sampai dengan kurang dari 12 bulan, berhak mendapat THR yang dihitung secara proporsional sesuai masa kerjanya.
Penghitungan upah sebulan yakni upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau upah pokok termasuk tunjangan tetap. Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tidak tetap maka perhitungan THR dihitung berdasarkan upah pokok.
“Dari perhitungan upah tersebut, tidak menutup kemungkinan perusahaan juga dapat memberikan THR yang nilainya lebih besar dari peraturan perundang-undangan, dimana hal tersebut terlebih dahulu ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang selama ini memang telah dilakukan oleh perusahaan," ujar Putri.
Sedangkan pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian, upah satu bulan dihitung melalui dua ketentuan. Yakni memiliki masa kerja 12 bulan atau lebih (rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya) dan masa kerja kurang dari 12 bulan (rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja).