News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Aksi Premanisme Debt Collector, Bamsoet Minta Perusahaan Leasingnya Juga Ditindak Tegas

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator debt collector atau penagih utang yang mengadang Babinsa Ramil Semper Timur II/05 Komando Distrik Militer (Kodim) 0502/Jakarta Utara Serda Nurhadi saat membantu warga yang sedang sakit, Hendry Liautumu, saat konferensi pers di Makodam Jaya Jakarta Timur pada Senin (10/5/2021).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengapresiasi langkah tegas Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman dan  Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran serta aparat gabungan TNI dan kepolisian menangkap sebelas orang debt collector yang melakukan aksi premanisme.

Komplotan ini mengepung mobil yang dikendarai anggota TNI Serda Nurhadi di Koja, Jakarta Utara hingga aksi mereka viral di media sosial. 

Bamsoet juga meminta kepolisian menindak tegas oknum PT ACK dan meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan sanksi berat kepada perusahaan leasing Clipan Finance sesuai kewenangan yang diberikan negara kepada OJK.

Baca juga: Berkaca Kasus Serda Nurhadi, Polisi Diminta Tindak Tegas Aksi Ilegal Debt Collector di Jalanan

Hal tersebut harus menjadi pelajaran, tidak saja bagi para debt collector tapi juga bagi perusahaan leasing lainnya agar tidak seenaknya bertindak.

Terlebih tindakan pengambilan paksa kendaraan bisa dijerat Pasal 362 dan/atau Pasal 365 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHP).

"Debt collector tidak memiliki landasan hukum dan kewenangan untuk menarik kendaraan debitur secara paksa. Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020, menegaskan bahwa perusahaan pemberi kredit (leasing) atau kuasanya (debt collector) tidak bisa mengeksekusi obyek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan atau rumah secara sepihak. Polisi harus menindak tegas aksi premanisme debt collector yang nekat mengambil paksa kendaraan debitur secara sepihak," ujar Bamsoet, kepada wartawan, Selasa (11/5/2021). 

Bamsoet menjelaskan, dalam putusan MK tersebut diatur kreditur atau kuasanya (debt collector) harus terlebih dahulu meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri untuk bisa menarik obyek jaminan fidusia. 

Menurutnya, mereka juga tetap boleh melakukan eksekusi tanpa melalui pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanpretasi. 

"Kewajiban debitur menyelesaikan piutangnya merupakan satu sisi yang tidak boleh dijadikan alasan melakukan teror yang disertai penggunaan kekerasan, ancaman, maupun penghinaan terhadap martabat debitur," jelas Bamsoet. 

Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini menerangkan, debt collector yang menyita sepihak atau mengambil secara paksa barang-barang milik debitur secara melawan hukum, dapat dilaporkan ke polisi.

Perbuatannya bisa dijerat Pasal 362 KUHP tentang pencurian.

Jika dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan maka juga bisa dijerat dengan Pasal 365 ayat (1) KUHP. 

"Kreditur sebagai pihak yang memberi kuasa terhadap debt collector punya peran besar menegakan etika penagihan. Antara lain dilarang memaki, dilarang menggunakan ancaman/kekerasan/mempermalukan, tidak menagih kepada pihak yang tidak berhutang walaupun itu adalah keluarga debitur, serta tidak menagih di luar jam kerja yang bisa mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat," pungkas Bamsoet. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini