TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Melalui judul lukisan, JAYAKARTA: The Glory of The Past, Present, and Future menjadi cara Srihadi Soedarsono mengetuk rasa nasionalisme bangsa Indonesia.
Ada babak-babak besar perjuangan di sana.
Melalui lukisan ini Srihadi Soedarsono menyuguhkan gambaran bahwa bangsa Indonesia sudah melewati banyak masa dengan tantangan masing-masing.
Butuh ketelitian, ketekunan, dan mental pantang menyerah untuk menyelesaikannya.
Tak terkecuali ketika hari ini Indonesia—dan dunia—tengah berjuang keras melawan wabah Covid 19.
Semangat itu terangkum dalam JAYAKARTA: The Glory of The Past, Present, and Future.
Di bentang 2x4 meter itu, Srihadi memulai alur pejalanan sejarah kota Jakarta sejak zaman VOC pada abad ke-17 di sebelah kiri, lalu semakin ke kanan adalah kota Jakarta masa kini.
Baca juga: Penumpang Kapal Mv. Voc Batavia Nyaris Batal Mudik dari Anambas
Alur perjalanan tersebut dibuat layaknya wayang beber yang melukiskan suatu episode cerita sebagai karya seni lukis.
Wayang beber merupakan wayang langka yang dimainkan sejak 1223 M asal Kerajaan Jenggala (sekarang Kabupaten Sidoarjo).
Menggunakan alur wayang beber inilah Srihadi memulai JAYAKARTA: The Glory of The Past, Present, and Future dengan kelompok kapal dagang VOC yang mendarat di Teluk Jakarta pada abad ke-17 kiri atas bidang lukis.
Kemudian tak jauh dari pantai berdiri benteng VOC.
Setelah itu dibangun gedung-gedung antara lain Istana Rijswijk (Istana Merdeka), Stadhuis (Museum Fatahillah), dan Bataviaasch Genootschap (Museum Nasional).
Dalam lukisan JAYAKARTA: The Glory of The Past, Present, and Future gedung-gedung ini diperlihatkan seperti bentuk arsitektur awal sebelum direnovasi atau dipugar.
Hal ini untuk menunjukkan bentuk asli arsitektur gedung tersebut sesuai dengan waktu dibangunnya.
Kemudian bergeser ke kanan, zaman bergulir ke periode proklamasi.
Terdapat sebuah tempat diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia yang kemudian berkembang menjadi Monumen Nasional (Monas).
Lalu setelah masa proklamasi bermunculan bangunan-bangunan monumental seperti Gelora Bung Karno, Monumen Selamat Datang, Hotel Indonesia, dan Jembatan Semanggi yang menandai mulai berkembangnya gedung-gedung dan kepadatan di Kota Jakarta.
Hingga akhirnya di kanan atas bidang lukis kita jumpai pelabuhan yang besar, ramai, maju, serta diisi kapal-kapal besar dan kecil. Inilah pelabuhan masa depan yang akan mendukung perkembangan industri Indonesia.
Perjalanan zaman meninggalkan jejak di gaya arsitektur yang berubah, jalan yang bertambah panjang dan saling terhubung, perkembangan teknologi yang memudahkan manusia, serta bergesernya budaya.
Srihadi memvisualkan itu semua. Bangunan-bangunan monumental digambarkan sesuai dengan gaya arsitektur saat awal dibangun, bukan bentuk yang kita lihat hari ini ketika sudah mengalami renovasi dan perluasan.
“Melihat peristiwa-peristiwa itu ibarat kita melihat wayang beber. Bahkan harapan akan kejayaan masa depan Indonesia pun saya gambarkan di situ,” ujar Srihadi.
Pemahaman yang mendalam terhadap warna terlihat dari cara Srihadi memilih warna-warna dalam lukisan ini.
Lebih jauh, akademisi seni rupa Farida Srihadi menjelaskan Srihadi bukan hanya mengajak untuk melihat, melainkan juga merasakan warna yang merupakan unsur utama dalam karya.
"Penggunaan warna emas dalam lukisan ini untuk menunjukkan kejayaan dan kemakmuran sebuah era," katanya.
Keterangan :
1. Pelabuhan Sunda Kelapa Abad Ke- 17
2. Benteng VOC
3. Pemukiman warga
4. Istana Merdeka
5. Gereja Kathedral
6. Museum Nasional (Gajah)
7. Museum Fatahillah
8. Tempat proklamasi kemerdekaan RI
9. Monumen Nasional (Monas)
10. Galeri Nasional
11. Balai Kota
12. Gelora Bung Karno
13. Tugu Selamat Datang
14. Monumen Pembebasan Irian Barat
15. Simpang Susun Semanggi
16. Masjid Istiqlal
17. Pelabuhan Tanjung Priuk