Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir
TRIBUNNEWS.COM, TANGSEL - Melonjaknya kasus Covid-19 di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, membawa cerita tersendiri bagi Mawardi (48).
Sopir ambulans yang membawa jenazah korban Covid-19 ini merasakan bagaimana suasana saat ini di tengah banyaknya korban corona.
Mawardi menyeruput kopinya perlahan sambil duduk di sebuah pot besar di blok pemakaman utama TPU Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel).
Mobil ambulansnya terparkir di bawah rindang pohon ceri yang menepis sinar matahari petang.
Lampu strobo di bawah pelat nomor terus berkedip bergantian seperti tak tahan diam.
Sopir ambulans yang sudah bertugas selama empat tahun di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Tangsel itu tengah menunggu panggilan.
Pandemi Covid-19 membuat kerja Muwardi lebih berat.
Bahkan pada Juni 2021 ini, dalam sehari, ia bisa lima kali bolak-balik menjemput jenazah dari rumah sakit, ataupun rumah duka ke pemakaman khusus Covid-19 TPU Jombang.
Setiap jam 08.00 WIB, Muwardi sudah harus siap dengan double masker, sarung tangan dan hazmat.
Namun, ia bisa baru selesai tugas sampai tengah malam.
"Terakhir ini saya agak banyak nih, satu hari empat sampai lima kali balik," kata Muwardi.
Data tingkat kematian akibat Covid-19 di Tangsel memang sedang tinggi.
Selama Juni 2021, sampai hari ini, Sabtu (26/6/2021), sudah ada 176 jenazah yang dimakamkan dengan Protokol Covid-19 di TPU Jombang.
Sedangkan sejak Maret 2020 lalu, awal pandemi Covid-19, hingga saat ini, sudah ada 1.016 jenazah yang dimakamkan di TPU Jombang.
"Kewalahan sih cuma tenaga saja, lembur. Kemarin tuh sampai 12 malam," ujarnya sambil tersenyum.
Bukan hanya jam kerja yang sampai larut, keringatnya pun mengalir lebih deras.
Setiap penjemputan jenazah, Muwardi harus berbalut APD lengkap, dari hazmat, masker, hingga sarung tangan.
"Saya pakai APD, kalau jemput pasti pakai. Kalau lima kali jemput lima kali salin, ya gerah juga sih," kata dia.
Jika seseorang pada profesi lain selalu bisa menyebut faktor menyenangkan kala bekerja, Muwardi tidak.
Pekerjaan yang lebih seperti panggilan jiwanya itu tak bisa disebut suka.
Menjemput jenazah dari keluarga yang ditinggalkan menuju pemakaman, hanya membawa Muwardi dari duka ke duka.
Mantan sopir truk ekspedisi itu selalu teringat keluarganya kala menjemput jenazah korban Covid-19.
Ia tidak habis pikir jika keluarganya direnggut sang virus ganas hingga tak pernah bisa kembali.
"Saya juga merasa sedih juga, bagaimana kalau terjadi di keluarga kita," ujar Muwardi.
Ia menengadahkan kepalanya. Muwardi menceritakan momen haru yang membobol tembok ketegarannya.
Kala itu adalah ketika Muwardi menjemput jenazah yang meninggal karena Covid-19.
Baca juga: MUI Sarankan Pemakaman Massal Bagi Jenazah Korban Covid-19 di Jakarta
Namun keluarga almarhum yang sedang isolasi di tempat berbeda tidak diberi tahu kabar duka tersebut karena khawatir akan membuat syok sehingga menurunkan imun tubuh.
"Mereka enggak dikasih tahu biar enggak drop. Sedihnya di situ," tuturnya.
Muwardi menghela napas kala berbicara tentang kesadaran masyarakat akan penerapan protokol kesehatan.
"Cukuplah untuk sementara ini yang sudah terjadi masyarakat tuh imbauan pemerintah jangan diabaikan, karena buat semuanya," ujar Muwardi dengan nada menurun.
Itu keluarga orang lain, keluarga Muwardi sendiri khawatir bukan main.
Saat awal-awal pandemi, istri Muwardi panik. Sang suami yang berada di lapangan dan bersentuhan langsung dengan korban Covid-19 sangat berisiko terpapar.
Protokol kesehatan sangat ketat diterapkan. Bahkan Mawardi sampai hsrus mandi di halaman sebelum masuk ke rumah.
"Sudah risiko, awalnya panik, waktu saya pertama ngejalanin ini mandi sampai di luar. Sebelum masuk rumah kita harus bersih dulu," ujar Muwardi sambil tertawa.
Kalaulah bisa didengar seluruh masyarakat, Muwardi seperti ingin berteriak menceritakan pengalamannya yang sama sekali tidak menyenangkan mengarungi pahitnya pandemi ini.
"Saya melihat sendiri kejadiannya kaya apa. Covid-19 ada, ada, orang lain mungkin ga percaya belum lihat langsung, saya percaya ada," pungkas Muwardi.
Kopi belum habis, panggilan sudah masuk. Muwardi harus segera meluncur.
Strobo yang belum mati sedari tadi seperti semakin bergairah. Mesin mobil ambulans mulai dinyalakan untuk segera meluncur.