Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UI yang juga merupakan Sekretaris Eksekutif Komisi Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) Prof Eko Prasojo menyoroti skema pembiayaan pembangunan Ibu Kota Negara baru di Kalimantan.
Eko khawatir apabila skema pembiayaan ini tidak jelas akan menguntungkan pihak swasta dan merugikan pemerintah.
“Kalau pembiayaan oleh swasta waspadai prinsip profit making. Ekonomi politik, jangan sampai perpindahan Ibu Kota ini jadi domain bisnis para pengusaha," ujar Eko, dalam webinar series yang digelar The Indonesian Democracy Initiative (TIDI).
Diketahui, TIDI menggelar webinar series membahas rencana pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan.
Pada webinar sesi kedua yang dilaksanakan pada Rabu (14/7) itu, selain Eko, hadir pula sebagai pembicara yaitu anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama.
Eko juga menyampaikan agar pemerintah harus sepenuhnya menetapkan kebijakan dan mengontrol pembangunan dan implementasi Ibu Kota Negara ini.
“Dan ini kalau dibiayai oleh APBN tidak boleh mengganggu pelaksanaan pembangunan tahunan,” sambung Eko.
Selain itu, Eko Prasojo juga menggarisbawahi agar pembangunan Ibu Kota Negara baru ini jangan sampai mengganggu program-program strategis nasional yang sifatnya jangka panjang, seperti pembangunan Sumber Daya Manusiam (SDM) dan juga pembangunan kelembagaan negara.
Menurutnya, Indonesia akan melewati momentum bonus demografi 2030 jika tidak fokus membenahi persoalan SDM.
“Pemindahan Ibu Kota ini akan menyerap semua fokus energi, biaya pembangunan yang kita miliki dan bagaimana dengan sasaran pembangunan Indonesia 2045 kalau fokus kita terbagi dengan pemindahan Ibu Kota," jelas dia.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengatakan proses pembangunan Ibu Kota Negara baru di Kalimantan masih sangat lambat.
Menurutnya, Undang-Undang Ibu Kota Negara baru yang akan menjadi dasar legalitas pemindahan Ibu Kota sampai saat ini belum dibahas dan bahkan belum masuk Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas).
“Progres pembahasan IKN di DPR ini baru sampai pada tahap memasukan RUU IKN baru ke dalam Prolegnas 2021, namun pemerintah secara resmi belum mengajukan kepada DPR, naskah akademik, surpres dan dokumen lainnya belum diserahkan,” ujar anggota DPR RI dapil NTB ini.
Suryadi menambahkan, pemindahan Ibu Kota baru ini selain bermasalah dalam proses legalitasnya, juga bermasalah dalam hal legitimasinya.
Menurutnya, aspek legitimasi ini sangat penting karena Ibu Kota menjadi simbo negara. Dia turut mempertanyakan sejauh mana masyarakat Indonesia mengingingkan pemindahan Ibu Kota ini.
“Dalam proses pemindahan Ibu Kota Negara ini tidak hanya urusan legalitas, namun juga aspek legitimasinya, sejauh mana rakyat Indonesia menginginkan pemindahan Ibu Kota Negara ini," kata Suryadi.
Di sisi lain, Suryadi juga menyoroti permasalahan ekonomi yang sedang dihadapi Indonesia saat ini. Dia mengatakan, pemindahan Ibu Kota Negara bukan menjadi solusi permasalahan ekonomi dan tidak memiliki kolerasi terhadap pertumbuhan ekonomil.
“Kita melihat pemindahan ibu kota saat ini bukan menjadi solusi permasalahan ekonomi malah akan menjadi beban ekonomi. Pemindahan ibu kota ini dapat menghabiskan 490 T, bagaimana kita mengeluarkan anggaran 100T unutk membangun ibu kota baru," pungkas Suryadi.