"Ibu jangan takut saya jamin ya, jadi tulis surat soal ini kepada saya," sambungnya.
Hal serupa dirasakan oleh Maryanih, yang juga menerima BPNT.
Namun, harga barang komponen yang diterima tidak sesuai atau tidak genap Rp 200 ribu per bulan.
"Tadi sudah dihitung oleh bapak yang dari Satgas Pangan/Mabes Polri harga dari komponen yang diterima hanya Rp 177 ribu dari yang seharusnya 200 ribu jadi ada Rp 23 ribu. Coba bayangkan Rp 23 ribu dikali 18,8 juta," ungkap Risma.
Para penerima BST, BPNT/Program Sembako dan PKH diminta membantu pemerintah agar bantuan bisa sampai kepada penerima manfaat dan tidak ada tindak pemotongan oleh pihak siapapun.
"Tolong bantu kami untuk mengetahui apakah ada pemotongan atau tidak."
"Kalau gini-gini terus tidak bisa selesai urusannya dan kapan warga mau bisa sejahtera," pintanya.
Adanya temuan tangan-tangan jahil di Tangerang, Risma tegas mengatakan sampai detik ini Kota Tangerang paling parah soal penyelewengan distribusi bantuan sosial kepada masyarakat selama pandemi Covid-19.
"Jadi kayaknya ini paling berat, karena sebetulnya yang pertama kartu harusnya dipegang penerima manfaat kan bahaya."
"Kalau kartu itu dipegang oleh orang lain sementara pin nya juga ada disitu tidak boleh semestinya," kata Risma.
Bansos dipotong
Dalam sidak tersebut, Risma tampak naik pitam karena menemukan warga Tangerang penerima bansos yang dipotong oleh pendamping di wilayah Karang Tengah.
"Kamu dananya dipotong oleh siapa? Sebut namanya, ada polisi di sini yang siap menindaklanjuti," ucap dia pada penerima bansos.
Warga tersebut bernama ibu Wowoh yang tinggal di gang kawasan Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang.