TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang ibu rumah tangga (IRT) menolak ajakan sekedar bertemu atau ngopi dari teman-teman dan sanak saudaranya.
Adalah Eka P, wanita berusia 40-an ini pernah merasakan pengalaman di rumah tanpa keluar selama 50 hari.
"Tidak berinteraksi dengan orang lain, kecuali dengan anak-anak saya," kata Eka, menceritakan kisahnya kepada TribunJakarta.com, Minggu (1/8/2021).
"Di rumah pun, saya marahi anak-anak kalau membawa temannya ke rumah. Saya suruh pulang temannya," lanjut Eka.
Baca juga: 1,5 Tahun Pandemi Covid-19 di Kota Bekasi: 13.912 Anak Terpapar, 4.241 Warga Meninggal
Dia melakukan hal tersebut guna mencegah terpaparnya Covid-19 terhadap keluarga.
"Saya juga pernah dibilang berlagu tidak mau diajak bertemu. Sok tahu soal Covid-19 atau apalah. Saya bodo amat," kata Eka.
Eka tinggal di rumah bersama seorang putranya yang berusia 30 tahun.
Selama 50 hari di rumah, Eka mengaku jenuh terhadap suasana yang monoton.
Menonton televisi, bermain smartphone, memasak, dan sebagainya.
"Itu rutinitas yang membosankan selama lima puluh hari, ya. Tapi untungnya saya sama anak juga di rumah, karena kantornya anak saya menyuruh untuk kerja dari rumah," tutur Eka.
"Nah, mungkin anak saya bosan jadi menyuruh temannya ke rumah. Tapi saya omelin, saya suruh pulang temannya," lanjut dia, tegas.
Baca juga: Kebakaran Landa Permukiman Pemulung di Bekasi Timur, 300 Jiwa Mengungsi ke Tenda
Tapi siapa sangka, 50 hari di dalam rumah tak menjamin dirinya bebas dari Covid-19.
Sekira malam ke-51 di rumah, Eka tidak dapat mencium aroma.
"Bau makanan, sabun, dan sampo saat saya mandi tidak tercium. Saya masih biasa saja," ujar Eka.
"Padahal saya tidak pilek. Lalu saat makan malam, kok lidah tidak ada rasa. Saya pikir makanannya kurang bumbu atau apa," sambungnya.
Namun, putranya Eka yang makan ayam goreng bersama ibunya malam itu dapat merasakan rasanya.
"Eh, anak saya bilang ayam gorengnya enak. Di situ saya panik," kata Eka.
Eka mengatakan syok setelah tidak dapat merasakan rasa makanan dan aromanya.
"Padahal saya rajin cuci tangan. Ya, tidak jorok lah. Tapi malah kena," ucap Eka.
Baca juga: Terlibat Kecelakaan Maut di Bintaro, Pengendara Moge Diperiksa di Polres Tangsel
Beberapa hari setelahnya, badan Eka panas, kepalanya sakit dan sesak napas.
"Dada saya sakit banget malam itu, saya disarankan teman yang pernah positif Covid-19 untuk tidak terlentang saat sesak napas," ucap dia.
"Malah sampai saya tidak tidur semalaman. Selama bergejala, saya di kamar saja. Anak di kamarnya juga," lanjut dia.
Selama isolasi mandiri di kamarnya, Eka berkomunikasi dengan putranya melalui smartphone.
Eka meminta bantuan kepada putranya untuk membeli obat sakit kepala dan makanan.
"Padahal saya tidak nafsu makan, tapi saya paksakan. Semangat yang penting," ucap dia.
"Minta beliin pisang sama anak dan tidak peduli kalau rasanya hambar, yang penting saya makan," lanjutnya.
Baca juga: Anies Baswedan: Kegiatan di Jakarta Bisa Dimulai, Asalkan Semua Warga Sudah Divaksin
Lebih dari 21 hari di kamar, Eka akhirnya merasa lebih baik.
Badan yang panas, tenggorakan kering, tak ada aroma dan rasa saat makan serta minum, hingga sakit kepala pun hilang.
"Tapi saya sembuh akhirnya. Anak saya saat itu gejalanya ringan karena sudah vaksin dari kantornya. Saya yang parah karena belum divaksin," jelas Eka.
"Akhirnya pulih lagi dan saya berani keluar rumah kalau ada yang penting-penting. Seperti waktu itu ada keluarga yang meninggal, ya saya melayat," sambung Eka.
Dia pun berharap tidak terpapar Covid-19 kedua kalinya.
"Setelah tiga bulan, rencananya mau vaksin (Covid-19)," tutup Eka.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul 50 Hari di Rumah Tak Berinteraksi dengan Warga Sekitar, Wanita Ini Syok Positif Terpapar Covid-19,