TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini fakta-fakta Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (21/9/2021).
KPK memeriksa Anies Baswedan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur Tahun Anggaran 2019.
Selain Anies, hari ini KPK juga memeriksa Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi.
Dibanding Anies, Edi lebih dulu tiba di KPK.
Berikut fakta-fakta pemeriksaan terhadap Anies:
1. Diperiksa sekira 5 jam
Anies menjalani pemeriksaan di KPK sekira lima jam.
Ia diperiksa mulai pukul 10.06 WIB hingga pukul 15.16 WIB.
Menurut Anies, pemeriksaan itu sebenarnya sudah selesai pukul 12.30 WIB.
Baca juga: Diperiksa 3 Jam, Prasetyo Edi Akui Ditanya KPK Soal Proses Pencairan Dana untuk Sarana Jaya
Namun, ada proses yang harus diselesaikan hingga akhirnya kelar pada pukul 15.16 WIB.
"Sebenarnya sudah selesai 12.30 WIB (diperiksa) tapi kemudian panjang untuk mereview yang tertulis itu sama. Tuntas semua jam 3-an lalu selesai," kata Anies setelah menjalani pemeriksaan.
2. Jawab 8 pertanyaan
Dalam proses pemeriksaan itu, Anies menyebut dirinya menjawab 8 pertanyaan dari penyidik KPK.
"Ada 8 pertanyaan yang terkait dengan program pengadaan rumah di Jakarta. Pertanyaan menyangkut landasan program dan seputar peraturan-peraturan yang ada di Jakarta," ujarnya.
Anies tidak memerinci lebih jauh delapan pertanyaan terkait program pengadaan rumah tersebut.
"Menyangkut subtansi biar KPK yang jelaskan, dari sisi kami tentang apa yang menjadi program," kata Anies yang diperiksa untuk tersangka eks Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles.
Kepada tim penyidik KPK, Anies mengaku sudah menjelaskan dengan rinci apa yang dia tahu.
Dia berharap keterangannya membantu KPK menguak dugaan rasuah dalam kasus tersebut.
3. Anies berharap keterangannya bermanfaat
Sebelum menjalani pemeriksaan, Anies mengungkapkan alasannya memenuhi panggilan KPK.
"Pada pagi hari ini saya memenuhi undangan untuk memberikan keterangan sebagai warga negara yang ingin ikut serta di dalam memastikan tata kelola pemerintahan berjalan dengan baik, maka saya datang memenuhi panggilan," ucap Anies sebelum menjalani pemeriksaan.
Anies berharap keterangan yang nantinya diberikan kepada tim penyidik KPK bisa membuat kasus rasuah pengadaan tanah di Munjul semakin terang dan jelas.
Dia berjanji tidak akan menutup-nutupi.
"Saya berharap nantinya keterangan yang saya berikan akan bisa membantu tugas KPK di dalam menuntaskan persoalan korupsi yang sedang diproses. Jadi saya akan menyanpaikan semua yang dibutuhkan semoga itu bermanfaat bagi KPK," tutur Anies.
4. Kronologi kasus dugaan korupsi yang membawa Anies menjadi saksi
Anies menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur Tahun Anggaran 2019.
Diberitakan Tribunnews.com, dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka.
Kelima tersangka itu yakni eks Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene, Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian, Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudy Hartono Iskandar, serta satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo.
Baca juga: Diperiksa KPK, Anies Baswedan Sempat Pamer Keberhasilannya Tangani Pandemi di Jakarta
Kasus ini bermula pada 4 Maret 2019.
Saat itu, Anja bersama-sama Tommy Adrian dan Rudi Hartono Iskandar menawarkan tanah yang berlokasi di Munjul seluas lebih kurang 4,2 Hektar kepada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ).
Padahal, saat itu, tanah tersebut sepenuhnya masih milik Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Sebagai tindak lanjutnya, diadakan pertemuan antara Anja dan Tommy dengan pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus di Yogyakarta.
Dalam pertemuan tersebut, ada kesepakatan pembelian tanah oleh Anja, Tommy, dan Rudi yang berlokasi di daerah Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur yang dilakukan Provinsi DKI Jakarta dengan nilai Rp 2,5 juta permeter atau total Rp 104,8 miliar.
Pembelian tanah yang dilakukan oleh Anja bersama dengan Tommy dan atas sepengetahuan Rudi dengan pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dilaksanakan pada 25 Maret 2019.
Dan seketika langsung dilakukan perikatan jual beli sekaligus pembayaran uang muka oleh Anja dan Tommy dengan jumlah sekira Rp 5 miliar melalui rekening bank atas nama Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Pelaksanaan serah terima Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan tanah girik dari pihak Kogregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dilakukan melalui notaris yang ditunjuk oleh Anja.
Kemudian, Anja, Tommy, dan Rudi menawarkan tanah tersebut kepada Sarana Jaya dengan harga per meternya Rp 7,5 juta atau total Rp 315 miliar.
Selanjutnya, diduga terjadi proses negosiasi fiktif dengan kesepakatan harga Rp 5,2 juta permeter dengan total Rp 217 miliar.
Kemudian, pada 8 April 2019, dilakukan penandatanganan pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di Kantor Perumda Sarana Jaya antara pihak pembeli yaitu Yoory Corneles Pinontoan selaku Direktur Sarana Jaya dengan pihak penjual, yaitu Anja.
Masih pada waktu yang sama, juga dilakukan pembayaran sebesar 50% atau sekira sejumlah Rp 108,9 miliar ke rekening bank milik Anja pada Bank DKI.
Baca juga: Periksa Minan Bin Mamad, KPK Dalami Dokumen Penawaran Lahan Munjul
Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh Sarana Jaya kepada Anja sekitar sejumlah Rp 43,5 miliar.
Terkait pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul ini, KPK menduga Perumda Sarana Jaya melakukan empat perbuatan melawan hukum.
Yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate serta adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.
KPK menyatakan atas perbuatan para tersangka maka diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar.
5. Ketua DPRD DKI Jakarta lempar bola ke Anies
Terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Muncul, Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi melempar bola ke Anies Baswedan.
Ia enggan menjawab pertanyaan terkait proses pengadaan tanah tersebut.
"Intinya pembahasannya ya selesai, tanya Pak Gubernur (Anies Baswedan) saja," katanya setelah menjalani pemeriksaan di KPK.
Prasetyo mengaku tugasnya hanya mencairkan dana.
Dana itu pun, kata dia, untuk keseluruhan operasional Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya.
Prasetyo menyebut masalah pembelian tanah bukan di pihaknya.
Baca juga: KPK Dalami Keikutsertaan Harbandiyono Sebagai Tim Investasi Tanah Munjul
Dia mengklaim tanggung jawab itu seharusnya ada di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai rumpun eksekutif.
"Gelondongan (dana) itu saya serahkan kepada eksekutif nah itu eksekutif harus bertanggung jawab," kata Prasetyo.
(Tribunnews.com/Daryono/Ilham Rian Pratama)