"Pas Juni kan musin kemarau, airnya itu biasanya baru naik malam hari. Makanya banyak warga saya yang kecapean karena enggak bisa istirahat pas banjir datang. Surutnya baru siang hari," tuturnya.
Sedangkan ketika musim hujan, air baru akan merambah ke permukiman warga pada pagi hingga siang hari.
Kemudian pada sore hari, air mulai surut.
"Begitu terus siklusnya, pagi air naik, sore air turun. Besoknya lagi begitu lagi. Jadi memang faktor utamanya itu pasang surut air laut," kata Qurtubi.
Meski sore hari banjir telah surut, warga masih harus bekerja keras untuk bisa melakukan aktivitas normal.
Pasalnya, akses jalan menjadi becek dan bahkan sulit dilewati kendaraan bermotor lantaran tak ada jalan yang dibetonisasi.
"Di Desa Pantaibahagia enggak ada jalan yang dibeton. Jadi susah mau naik motor juga, tanah semua jalannya," tuturnya.
Meski banjir rob nyaris di setiap bulannya dialami warga Desa Pantai Bahagia.
Namun hanya sedikit saja bantuan dari pemerintah untuk setidaknya meringankan beban warga yang harus hidup berdampingan dengan becana akibat fenomena alam.
"Ada tanggul, tapi kebanyakan memang dari swadaya warga. Beberapa titik di dusun 1, 2 dan 3 dikasih geobag dari BBWS, cuma enggak banyak," kata Qurtubi.
Tergerus Abrasi, Areal Permukiman dan Persawahan Desa Pantai Bahagia Berkurang Tiga Kilometer
Garis pantai di kawasan Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muaragembong semakin berkurang dari tahun ke tahun akibat terdampak abrasi atau pengikisan pantai akibat gelombang laut.
Berdasarkan kajian dan analisa, kata Sekretaris Desa (Sekdes) Pantai Bahagia Ahmad Qurtubi menjelaskan sejak tahun 1980, luas daratan telah berkurang sejauh 3 kilometer dari bibir pantai.
"Abrasi paling parah terjadi di dusun 1, Kampung Beting. Di sana itu daratannya sudah berkurang 3 kilometer," kata Qurtubi saat dikonfirmasi, Selasa (9/11/2021).