TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil mengakui masih ada oknum di BPN yang terlibat dalam kasus mafia tanah.
"Kami akui masih ada oknum aparat BPN yang terlibat dalam kasus pertanahan," kata Sofyan dalam konferensi pers di Mercure Hotel Ancol, Jakarta Utara, Rabu (17/11/2021) malam.
Oknum tersebut bahkan ada yang menduduki posisi kepala kantor wilayah.
Sofyan memastikan pihaknya terus melakukan penindakan terhadap oknum-oknum di Kementerian ATR/BPN yang terlibat dalam kasus mafia tanah.
"Macam-macam tergantung kesalahannya. Ada yang kita copot, ada yang kita pidanakan, turunkan pangkat, dan kita peringatkan," kata Sofyan.
"Bahkan kepala kantor wilayah BPN kita copot dan pidanakan," katanya menegaskan.
Sofyan mengatakan keberadaan oknum nakal di Kementerian ATR/ BPN itu ibarat buah apel dalam keranjang.
Di dalam 'keranjang' Kementerian ATR/BPN sekarang itu ada 38 ribu pegawai. Dari jumlah itu ada beberapa yang rusak.
"Jadi bagaimana yang rusak itu dibuang," ujar Sofyan.
Baca juga: Nirina Zubir Minta Polisi Usut Bisnis Mantan ART yang Sudah Punya 5 Cabang, Apa Hasil Penggelapan?
Dia mengatakan pihaknya melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum soal ini.
"Kalau ada kesalahan pidana, kita serahkan ke aparat penegak hukum dan kita berikan syok terapi," tambahnya.
Adapun terkait kasus mafia tanah yang menimpa keluarga artis Nirina Zubir, Kementerian ATR/BPN memastikan seluruh aset milik ibunda Nirina yang dirampas oleh mantan Asisten Rumah Tangga (ART) pribadinya akan kembali kepada pihak keluarga.
"Tentunya bisa dikembalikan," kata Kepala Biro Humas Kementerian ATR/BPN Yulia Jaya Nirmawati, saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Kamis (18/11/2021).
Bahkan kata Yulia, saat ini pihak BPN telah mengamankan surat tanah tersebut.
Tak hanya itu, akun milik Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berurusan pada kasus perampasan tanah tersebut juga sudah dinonaktifkan.
"Terkait sertifikat Nirina Zubir, saat ini BPN telah mengamankan warkahnya dan mulai kemaren sementara akun PPAT di non-aktifkan," ujar.
Sudah Terdeteksi Sejak 5 Tahun Lalu
Kasus perampasan aset tak bergerak atau mafia tanah yang diduga dilakukan mantan asisten rumah tangga (ART) Nirina Zubir, Riri Khasmita, ternyata telah terdeteksi Badan Pertanahan Nasional sejak 5 tahun silam.
Menurut data BPN Kanwil DKI Jakarta sertifikat tanah milik keluarga Nirina juga sudah dijaminkan ke beberapa bank.
Total pinjamannya pun mencapai Rp 8,4 miliar dari 6 sertifikat tanah yang diagunkan.
"Dari sistem kita cek ternyata 6 sertifikat ini ada hak tanggungan di BCA dan BRI nilainya juga tidak kecil. Ada yang Rp 5 miliar dan Rp 1,2 miliar dan Rp 1,2 miliar lagi," kata Kakanwil BPN DKI Jakarta Dwi Budi Martono di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (18/11/2021).
Dwi menjelaskan bahwa keenam sertifikat milik keluarga Nirina Zubir ini juga telah beralih kepemilikan alias sudah balik nama.
Baca juga: Nirina Zubir Bongkar Sosok Riri Khasmita, Ditampung Keluarga Sang Artis Usai Dibuang Saudara Tiri
Semua proses peralihan itu dilakukan oleh Riri Khasmita dan suaminya, Edrianto.
Peralihan kepemilikan sertifikat tanah ini dilakukan jauh sebelum Nirina Zubir mengetahui bahwa dokumen itu telah berpindah tangan.
"Ini peralihannya sudah terjadi sejak lama. Catatan BPN terjadi tahun 2016, ada yang 2017 dan terakhir 2019 dari enam sertifikat ini," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat menjelaskan, proses peralihan hak milik tanah banyak dilakukan dengan dua cara.
"Terjadinya peralihan hak atas objek tidak bergerak dengan cara yang salah sering terjadi di masyarakat manakala pemilik dikuasakan oleh orang lain. Pintunya itu adalah melalui notaris yang membuat akta jual beli," ujar Tubagus.
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa ada 4 cara peralihan hak milik tanah yakni melalui jual-beli, warisan, hibah dan putusan pengadilan.
Seluruh proses peralihan kepemilikannya melalui notaris.
"Maka peralihan hak ini bisa terjadi dengan berbagai cara. Sehingga, peralihan hak yang salah dapat dipastikan ada peran notaris di sana yabg yang turut membantu dengan membuat akta jual beli," jelasnya.
Khusus dalam perkara ini, ia menyebut peralihan hak atas tanah dilakukan dengan melanggar SOP hingga terkesan seolah-olah sah.
"Contoh yang paling sederhana kok bisa beralih, adalah tidak hadirnya para pihak yang berhak atas sertifikat itu di hadapan notaris. Kemudian tidak terselenggaranya kewajiban dari para pihak sehingga bisa beralih karena sudah dikuasakan ke orang lain," tuturnya.
Hal ini diketahui dalam penanganan kasus Nirina Zubir, Tubagus mengatakan terdapat pemalsuan dokumen-dokumen sehingga proses peralihan kepemilikan itu terjadi.
Salah satu yang vital adalah pemalsuan akta kuasa menjual.
"Jadi rangkaian itu dilakukan oleh notaris, seolah-olah tersangka ini mendapat kuasa dari si pemilik tanah bahwa telah menjual terhadap objek itu," tandasnya. (tribun network/den/riz/dod)