TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Komisi B DPRD DKI Pandapotan Sinaga menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hanya pencitraan terkait menaikkan UMP.
Di mana kenaikan sebesar 5,1 persen sehingga menjadi sekitar Rp4,6 juta.
Politisi PDIP tersebut juga sempat marah mengatakan tanggapannya tersebut dalam rapat kerja, di mana dihadiri langsung oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Andri Yansyah.
Pandapotan Sinaga menyebut keputusan tersebut mendadak dan sepihak.
"Kalau hanya menaikkan upah buruh itu keadilan, itu keadilan untuk siapa? Kalau ada perusahaan ngos-ngosan itu keadilan bukan?" ucapnya dalam rapat, Senin (27/12/2021).
Pihaknya beralasan saat ini masih banyak perusahaan-perusahaan yang belum stabil lantaran dihantam pandemi Covid-19.
Bila kebijakan ini dipaksakan, politisi PDIP ini khawatir banyak perusahaan yang akhirnya kolaps lantaran tak mampu menutupi biaya operasional, dikutip dari TribunJakarta.com.
Hal ini pun ditakutkan justru menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di ibu kota.
Saat Anies Naikkan Upah Lebih Tinggi
Diberitakan sebelumnya, UMP tahun 2022 dinaikkan lebih tinggi dari angka sebelumnya, yakni awalnya 1,09 persen kini naik sebesar 5,1 persen.
Hal tersebut terjadi usai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan revisinya.
Sontak keputusan revisi tersebut pun mendapat respons beragam, baik dari kalangan buruh, pengusaha, hingga Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Diketahui perubahan ini menjadikan UMP 2022 sebesar Rp 4.641.854 atau naik senilai Rp 225.667 dari UMP tahun 2021.
Apresiasi dari Buruh
Dikutip dari Kompas.com, hal yang dilakukan Anies tersebut tepat, berani, dan cerdas.
"Langkah yang diambil Gubernur DKI Jakarta buruh Indonesia dan buruh DKI Jakarta mengapresiasi," ujar Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.
Anies disebut sebagai sosok cerdas karena mampu mengambil keputusan berdasarkan kalkulasi hukum dan prediksi dampak ekonomi dalam keputusan kenaikan UMP tersebut.
Menurut Said, KSPI memberikan apresiasi lantaran keputusan yang dibuat Anies cerminan meletakkan hukum di atas kepentingan politik.
Baca juga: Anggota Komisi XI DPR Apresiasi SK Menteri LHK soal Relokasi Hunian Korban Erupsi Gunung Semeru
Said melihat, Anies merujuk kepada Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan kekuatan hukum dari turunan Undang-Undang Cipta Kerja dalam membuat keputusan ini.
Termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 yang menjadi dasar penentuan kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia yang termasuk inkonstitusional bersyarat.
"Artinya kebijakan PP nomor 36 tahun 2021 tidak dijadikan landasan hukum oleh Gubernur Anies dengan menetapkan kenaikan minimum 5,1 persen," tutur Said.
Said juga mengatakan, kenaikan UMP sebesar 5,1 persen justru akan menguntungkan para pengusaha.
Pasalnya, daya beli akan meningkat dan perputaran ekonomi akan semakin cepat sehingga pertumbuhan ekonomi akan semakin terasa.
"Justru kenaikan UMP di DKI Jakarta yang baru-baru ini direvisi Gubernur Anies justru menguntungkan pengusaha, kenapa? karena akan terjadi (peningkatan) daya beli," kata Said.
Pegusaha Rencana Menggugat
Sebaliknya para pengusaha merasa keberatan dengan keputusan yang dilakukan oleh Anies.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memastikan akan menempuh jalur hukum dengan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika Kepgub terkait kenaikan UMP 5,1 persen di 2022 tetap terbit.
Namun di sisi lain Apindo akan melakukan pendekatan dengan Pemprov DKI untuk kembali mendiskusikan kebijakan UMP, dikutip dari Tribunnews.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Apindo DKI Jakarta Nurjaman berharap Anies tidak menerbitkan Kepgub yang menetapkan kenaikan UMP 5,1% sebab malah akan membuat kegaduhan di dunia usaha yang tengah terdampak pandemi.
Tentu hal tersebut sangat disayangkan oleh Apindo.
"Kami sangat menyayangkan sekali atas kebijakan tersebut," ujarnya.
Baca juga: Tangani Covid-19, MUI Ingatkan Agar Pengadaan Vaksin Halal Diutamakan
Nurjaman menyatakan, pihaknya menolak keras keputusan kenaikan UMP sebesar 5,1% karena selain memberatkan pelaku usaha, tetapi juga menyalahi aturan.
Apindo menilai hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021, yang menyebut bahwa seluruh pemerintah provinsi di Indonesia harus menetapkan UMP sebelum 21 November 2021.
Pemerintah Menyayangkan
Senada dengan para pengusaha, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyayangkan atas keputusan Anies Baswedan.
Hal tersebut menurut Kemnaker tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, dikutip dari Kompas.com.
Bahkan diketahui Kemnaker akan lakukan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menindaklanjuti keputusan kepala daerah yang menetapkan UMP tidak sesuai dengan formula yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Kepala Biro Humas Kemnaker Chairul Fadhly Harahap menegaskan, kenaikan UMP pada 2022 mesti sesuai dengan formula baru dalam PP 36/2021.
Baca juga: Tampil Nyentrik, Wali Kota Dedy Yon Pakai Seragam SD saat Tinjau Vaksinasi Anak di Alun-alun Tegal
PP 36/2021 tentang Pengupahan itu merupakan peraturan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Diketahui berdasarkan penghitungan dengan PP 36/2021, Kemnaker menetapkan rata-rata kenaikan UMP sebesar 1,09 persen.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati) (TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci ) (Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim/Tsarina Maharani)