Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pengusaha Warung Tegal (Warteg) mengeluhkan masih tingginya harga minyak goreng.
Mereka khawatir, hal ini berdampak dengan kenaikan harga tempe, tahu.
Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni mengatakan hingga kini masih banyak pengusaha Warteg yang belum merasakan kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter.
Meski sejak 19 Januari 2022 lalu pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan Rp 14 ribu per liter, nyatanya hingga kini harga di pasar tradisional masih mahal.
Hal ini dirasakan betul anggota Kowantara di daerah penyangga Jakarta seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang yang pasar tradisional di wilayahnya masih menjual minyak goreng lebih dari HET.
"Tidak merata, di Jakarta Selatan istilahnya turun. Tapi banyak di daerah lain, misalnya daerah pinggirannya agak susah," kata Mukroni saat dikonfirmasi di Jakarta Timur, Sabtu (12/2/2022).
Baca juga: Sebabkan Inflasi, Wakil Ketua DPD RI Sarankan Masyarakat Kurangi konsumsi Minyak Goreng Sawit
Dia mencontohkan harga minyak goreng kemasan di pasar tradisional daerah penyangga Jakarta yang masih berkisar Rp 20 ribu per liter, hal ini dirasa sangat memberatkan pengusaha Warteg.
Para pengusaha Warteg mengeluhkan ketersediaan minyak goreng kemasan di pasar tradisional yang belum merata hingga ke seluruh pasar tradisional, bahkan di Bodetabek.
"Di daerah pinggiran seperti Bogor, Depok, Tangerang itu agak susah. Ini mohon pemerintah untuk meratakan ya, jangan hanya mudah di Jakarta tapi juga di daerah lain juga susah," ujarnya.
Mukroni menuturkan para pengusaha Warteg semakin kalut karena Kementerian Perdagangan menyatakan harga tahu dan tempe yang diperkirakan naik dalam beberapa bulan ke depan.
Baca juga: Survei YLKI: Banyak Toko Belum Jual Minyak Subsidi, Pasokan dari Distributor Tersendat
Ini menyusul harga global kedelai bahan baku utama tempe dan tahu yang sekarang sedang mengalami kenaikan, sementara produksi tempe dan tahu bergantung pada kedelai impor.
Mereka kalut karena tempe dan tahu termasuk makanan olahan yang seakan sudah wajib tersedia di Warteg, sementara pemasukan mereka hingga kini belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19.
"Ya kondisi kita (pemasukan Warteg) kan belum pulih ya, masyarakat karena masih kena pandemi Covid-19 ya. Terus kalau harga-harga naik kan kami mau menaikkan juga agak repot," ujarnya.
Menurutnya bila minyak goreng masih mahal sementara harga tempe dan tahu naik maka sekitar 10 ribu pengusaha Warteg anggota Kowantara bakal menaikkan harga makan.
Cara ini jadi pilihan terakhir bila memperkecil porsi tidak bisa menutup kebutuhan pengusaha Warteg seperti bayar sewa tempat, membayar gaji pegawai, dan lainnya.
Baca juga: Harga Komoditas Telur hingga Minyak Goreng Turun, BI Prediksi Februari Deflasi 0,11 Persen
Mukroni berharap pemerintah lekas menurunkan harga dan menjamin ketersediaan minyak goreng di pasar tradisional, serta mengantisipasi kenaikan harga kedelai yang berdampak besar.
"Mengantisipasi kondisi ekonomi bawah buat UMKM-lah, bagaimana agar harga tidak bergejolak. Itu tugasnya pemerintah. Mereka kan digaji sama masyarakat ya kan. Kalau enggak bisa ya mundur," lanjut Mukroni.
Artikel ini sudah pernah tayang di TribunJakarta dengan judul Minyak Goreng Masih Mahal, Pengusaha Warteg Makin Menjerit Bila Harga Tahu Tempe Naik