TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Barisan Ojol Merdeka (BOM) menggelar aksi bertajuk Aksi Tanpa Kata, di depan Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada Rabu (27/7/2022).
Dalam aksi tersebut sejumlah pengemudi ojek online bakal melakukan aksi jahit mulut. Aksi jahit mulut ini bukan sekadar kiasan.
Penanggung jawab aksi, Krisna mengatakan nantinya akan ada lima orang pengemudi ojek online yang bersedia mulutnya dijahit.
Aksi jahit mulut dilakukan lantaran pihaknya sudah lelah dengan sikap pemerintah yang acuh terhadap kesejahteraan ojek online.
"Itukan aksi tanpa bicara. Bakal diikuti oleh lima orang peserta jahit mulut, jadi kita fokus ke aksi jahit mulutnya karena kita sudah capek," ujar Krisna kepada Tribunnews, Rabu (27/7/2022).
"Sudah rapat berulang kali dengan Kemenhub, sudah bersurat berkali-kali, demo sudah berkali-kali. kita sudah hopeless, makanya kita fokusin lima orang akan jahit mulut," tambahnya.
Selain aksi lima pengemudi ojek online menjahit mulut, massa lainnya bakal mengawal aksi tersebut. Namun, Krisna tak bisa memprediksi berapa jumlah massa yang akan hadir.
Baca juga: Dipalak Oknum Ojek Kuda Rp 50.000, Pengunjung Gunung Bromo Ini Maafkan Pelaku
"Sisanya teman-teman akan hadir untuk mengawal aksi tersebut sampai tuntutan itu dipenuhi. Gak bisa diprediksi ya (jumlah massa), biasanya tiba-tiba ada teman-teman dari ojol yang bergabung," ucap dia.
Krisna menjelaskan aksi ini diinisiasi oleh para pengemudi ojek online sekaligus Tim 10 yang sempat menjadi bagian dalam perumusan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 tahun 2019.
Aksi ini guna menuntut konsistensi Kemenhub dalam penerapan Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2019 dan Keputusan Menteri Nomor 548 tahun 2020.
Adapun hal tersebut mencakup evaluasi tarif ojek online di Indonesia, revisi perjanjian kemitraan yang dinilai sepihak, cabut/revisi UU Omnimbus Law Cipta Kerja, dan mengakui kesejahteraan ojek online Indonesia.
"Semua tuntutan itu bukan tanpa alasan, ditambah lagi biaya hidup yang layak semakin meningkat. Tarif atau pendapatan yang layak semestinya direvisi maksimal satu tahun sekali, sedangkan evaluasi tarif terakhir dilakukan pada awal 2020 silam," kata dia.
Padahal, kata Krisna, awal tahun ini tepatnya pada 5 Januari 2022, sejumlah aliansi ojek online telah melakukan unjuk rasa serupa di depan kantor Kemenhub, dan dijanjikan akan segera direalisasikan. Namun hingga saat ini belum ada kejelasan.
"Kami sudah menghitung bersama dengan Kementerian Perhubungan perihal persentase kenaikan tersebut. Bahkan kami juga beberapa kali melayangkan surat. Kenyataannya sampai detik ini tidak ada realisasi konkret yang dilakukan pihak-pihak terkait," ujarnya.
"Kami anggap mereka lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai pembantu presiden, dalam hal mengimplementasikan amanah konstitusi Pasal 27 ayat (2) UUD 1945," tambah Krisna.
Krisna berharap melalui aksi tersebut pemerintah segera melakukan evaluasi terhadap kinerja beberapa kementerian yang terkait dalam ekosistem transportasi berbasiskan aplikasi, seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Kominfo.