TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sedang menggodok rencana penerpaan kebijakan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) di sejumlah ruas jalan Jakarta.
Rencana ini kemudian menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat.
Ada yang mendukung penerapan kebijakan jalan berbayar elektronik, di sisi lain juga menolaknya.
Terkait polemik ini, pengamat transportasi sekaligus Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika, Soegijapranata Djoko Setijowarno memberikan pandangannya.
Djoko menegaskan, tujuan utama di balik kebijakan jalan berbayar elektronik untuk pembatasan kendaraan pribadi.
"ERP atau dikenal sebagai congestion charging adalah suatu metode pengendalian lalu lintas, yang bertujuan untuk mengurangi permintaan penggunaan jalan sampai kepada suatu titik di mana permintaan penggunaan jalan tidak lagi melampaui kapasitas jalan," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (18/1/2023).
Baca juga: Pemasukan dari Jalan Berbayar ERP di Jakarta Diperkirakan Capai Rp 60 Miliar, Ini Kata DPRD DKI
Djoko melanjutkan, kebijakan ini juga berguna untuk mengarahkan pengguna kendaraan pribadi agar beralih ke angkutan umum.
Di sisi lain, jalan berbayar elektronik juga mendorong menyediakan layanan angkutan umum terintegrasi serta kemudahan bagi penggunaan angkutan umum.
Djoko menyebut rencana penerapan jalan berbayar elektronik bukan hal yang baru di Jakarta.
Gubernur Sutiyoso mendorong realisasinya dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 103 Tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro.
Manfaat jalan berbayar elektronik
Djoko kemudian membeberkan sederet manfaat dari kebijakan jalan berbayar elektronik.
Dimulai dari sektor lalu lintas adalah mengurangi kemacetan lalu lintas, mempersingkat waktu tempuh, meningkatkan keselamatan lalu lintas dan merubah perilaku masyarakat dalam berlalu lintas.
"Sisi hukum adalah penegakan hukum secara elektronik, memangkas birokrasi peradilan hukum terkait pelanggaran lalu lintas, dan meningkatkan ketertiban masyarakat. Sisi lingkungan untuk mengurangi kebisingan yang dihasilkan kendaraan, dan menurunkan tingkat polusi udara yang berasal dari asap kendaraan bermotor.
Dan manfaat dari sisi transportasi dapat meningkatkan pelayanan angkutan umum massal, mendorong peralihan kendaraan pribadi ke angkutan umum massal, mewujudkan tarif angkutan umum massal lebih terjangkau, dan meningkatkan kinerja lalu lintas," urainya.
Baca juga: Respon Kapolda Metro Jaya soal Rencana Penerapan Jalan Berbayar di Jakarta
Djoko menegaskan, kebijakan ini sangat tidak populer di dunia. Bahkan hanya ada segelintir negara yang sudah menerapkannya dengan baik.
Penerapannya kerap mendapat penolakan dan mungkin hanya yang peduli transportasi dan lingkungan saja yang setuju.
Ditambah lagi sulitnya mendapatkan dukungan politisi dan masyarakat.
"Seperti di Stockholm (Swedia) untuk menerapkan JBE, mereka melakukan referendum untuk mendapatkan yes dari masyarakat. Singapura bisa menerapkan JBE karena pemerintahnya sangat strong dan agak otoriter," imbuh Djoko.
Tidak bisa berjalan sendiri
Djoko menguraikan, kebijakan jalan berbayar elektronik tidak bisa berjalan sendiri.
Hal ini dikarenakan pungutan ERP bukan pajak tetapi retribusi, artinya masyarakat seharusnya mendapatkan manfaat langsung dari pembayaran tersebut.
Sehingga, perlu ada langkah lain untuk mendukung kebijakan tersebut.
"Perbaiki dulu angkutan umumnya sebelum berpikir soal ERP, Ini sanggahan orang yang menolak ERP Jakarta. Sebaik apa pun angkutan umumnya, sebutlah misalnya MRT sudah terbangun di seluruh sudut Jakarta, tetap saja tidak akan bisa mengalahkan nyamannya menggunakan mobil.
Karena menggunakan mobil ada fleksibilitas, privacy, gengsi, status sosial, door to door, dan lain-lain. Dengan ERP masyarakat dipaksa rasional dalam memilih moda angkutan umum. Angkutan umum di Jakarta sudah cukup baik. Pengguna kendaran pribadi harus dipaksa keluar dari mobil dan mau naik angkutan umum," beber Djoko.
Baca juga: Polemik Wacana Penerapan Jalan Berbayar di Jakarta, Ini 7 Kendaraan yang Kebal Sistem ERP
Terakhir Djoko menyarankan kepada Pemprov DKI untuk mematangkan rencana sebelum menerapkan kebijakan jalan berbayar elektronik.
Seperti memperhatikan masalah tarif yang akan dibebankan ke pengguna jalan hingga sinergi pemerintah pusat dan pemeritah daerah.
"Untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, diperlukan kemauan besar untuk melaksanakan strategi guna membatasi penggunaan kendaraan pribadi. Salah satunya dengan penerapan kebijakan jalan berbayar elektronik," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)