TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Legislator dari daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta III meliputi Jakarta Utara, Barat dan Kepulauan Seribu, Darmadi Durianto mengaku prihatin atas polemik yang terjadi antara penyewa, pemilik ruko blok Z4 Utara dan Z8 Selatan dengan Ketua RT 011/RW 03 di jalan Niaga, Pluit, Penjaringan Jakarta Utara baru-baru ini.
Diketahui, imbas polemik tersebut pihak Pemprov DKI Jakarta melakukan eksekusi atau pembongkaran bangunan di blok Z4 Utara dan Z8 Selatan yang diduga melanggar ketentuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Menurutnya, polemik tersebut tidak seharusnya terjadi jika saja semua pihak mengedepankan prinsip musyawarah dalam menyelesaikan satu persoalan.
"Bukan saling ego dan mengedepankan pendekatan hukum positif. Hukum positif itu kan sifatnya ultimum remedium atau opsi terakhir ketika satu persoalan menemui jalan buntu. Ini kan belum ada mekanisme musyawarah langsung menggunakan opsi penegakkan hukum. Justru itu tidak sesuai dengan prinsip bangsa kita yang kedepankan musyawarah," ucapnya, Kamis (25/5/2023).
Darmadi juga menegaskan, dengan adanya aksi pembongkaran tersebut bisa berdampak serius terhadap keberlangsungan usaha para pelaku UMKM di kawasan itu.
"(Pembongkaran itu) membunuh usaha rakyat. Ada sekitar 1.000 an pelaku UMKM yang cari nafkah di situ yang terdampak pembongkaran itu. Bahkan saya dapat info bahwa pembongkaran itu menyebabkan penurunan omset UMKM sampai 60 persen. Mirisnya lagi sampai ada yang tidak bisa jualan," terangnya.
Darmadi mengaku sepakat jika dikatakan hukum sebagai panglima.
"Tapi jangan sampai hukum juga justru melanggar prinsipnya sendiri. Prinsip hukum kan ada tiga yakni keadilan hukum, kepastian dan kemanfaatan hukum. Jika penegakkan dikedepankan tapi mengabaikan prinsip hukum lainnya sama saja hukum berlaku timpang. Hukum tidak linier tapi mengakomodasi semua kepentingan di dalamnya," ujarnya.
"Apa manfaat hukum dibalik pembongkaran itu, apa keadilannya dengan aksi itu. Kalau toh kenyataannya justru merugikan para pelaku UMKM itu sendiri. Hukum tidak dirancang untuk merugikan warganya tapi dirancang untuk memberikan kemanfaatan dan keadilan bagi semua warganya. Jangan sampai ini jadi preseden buruk," katanya.
Yang jelas, kata dia, hukum harus memperhatikan aspek sosial dan ekonomi masyarakatnya.
"Jangan jadikan hukum untuk membuldozer rakyat kecil atau para pelaku UMKM," tegasnya.
Darmadi mengatakan, jika hukum dijadikan instrumen untuk mengintimidasi dan menakut-nakuti rakyat kecil sama saja hal itu adalah bentuk kesewenang-wenangan.
Baca juga: Kronologi Pembongkaran Ruko Pluit yang Serobot Bahu Jalan dan Saluran Air, Diwarnai Aksi Unjuk Rasa
"Bung Karno mengatakan: Ini adalah kesewenang-wenangan dengan mempergunakan undang-undang sebagai senjata. Jangan sampai penegakkan hukum jadi alat represi dan penindasan terhadap rakyat kecil," ucapnya.
Di tempat yang sama, Anggota DPRD DKI Jakarta, Gani Suwondo Lie mengaku prihatin atas nasib para pelaku UMKM di kompleks pertokoan Pluit Penjaringan Jakarta Utara.
Menurutnya, pembongkaran tidak semestinya dilakukan secara tergesa-gesa hanya karena desakan netizen.
"Penegakkan hukum harus benar jangan hanya karena viral lalu main eksekusi. Hukum itu kan taat pada prosedur. Yang jelas saya prihatin akan nasib para pelaku UMKM di sini, bagaimana nasib mereka ke depannya jika usahanya mengalami penurunan," katanya.
Gani juga mengingatkan, tugas dan peran dari pemerintah adalah untuk mensejahterakan rakyat.
"Bukan menyengsarakan rakyatnya," tambahnya.
Sebelumnya, viral di media sosial cekcok antara ketua RT 011/RW 03, Riang Prasetya dengan salah satu pemilik ruko di Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara.
Percekcokan bermula ketika Ketua RT Riang Prasetya mempersoalkan keberadaan ruko di Blok Z4 Utara dan Z8 Selatan yang diduga memakan bahu jalan dan menutup saluran air.
Baca juga: Fakta-fakta Pembongkaran Ruko di Pluit, Tutupi Saluran Air hingga Petugas Naik ke Atap
Riang menduga para pemilik ruko di dua blok tersebut diduga melanggar Izin Mendirikan Bangunan (IMB).