"Ada beberapa LP. Jadi kan banyak LP nya, ada 13 kita akan petakan satu-satu," pungkasnya.
Ambil Alih Kasus
Polda Metro Jaya resmi mengambil alih kasus penipuan Pre Order (PO) ponsel iPhone yang diduga dilakukan oleh dua wanita kembar yakni Rihana dan Rihani.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menjelaskan, bahwa saat ini pihaknya telah menarik seluruh laporan polisi (LP) terkait kasus tersebut dari seluruh Polres jajaran.
Baca juga: Sosok Si Kembar Rihana Rihani yang Tipu Pembeli iPhone Sejak 2021, Ternyata Warga Ciputat
"Terkait penipuan terkait tersangka si kembar Rihana dan Rihani kami sudah menarik semua LP yang ada di jajaran Polda Metro Jaya," kata Hengki dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jum'at (9/6/2023).
Hengki menyebut, bahwa saat ini pihaknya menggabungkan laporan pada kasus tersebut menjadi satu usai pihaknya melakukan tahap analisis evaluasi atau annev.
Tak hanya itu, berdasarkan hasil annev tersebut, ditegaskan Hengki pihaknya pun langsung membentuk tim khusus (Timsus) untuk mengungkap kasus tersebut.
"Kami buat Timsus juga. Saat ini melakukan pengejaran terhadap dua orang pelaku penipuan ini," pungkasnya.
Sebelumnya, Insiden penipuan 'si kembar' itu beredar di media sosial yang satu di antaranya diunggah akun Twitter @mazzini_gsp.
Salah seorang korban bernama Vicky Fachrez mengatakan penipuan ini bermula saat ia dan istrinya membeli iPhone dengan sistem pre-order (PO) di tahun 2021 dari 'si kembar' saat itu mengaku sebagai pemasok Iphone bergaransi resmi.
Vicky awalnya hanya membeli satu unit untuk penggunaan pribadi. Namun, karena iPhone tersebut benar adanya, akhirnya dia dan istrinya memutuskan untuk menjadi reseller dengan iming-iming harga promo.
Transaksi pembelian ini awalnya berjalan lancar mulai dari Juni 2021 hingga Oktober 2021, dan seluruh barang dikirim sesuai pesanan.
"Namun setelahnya, pesanan kami mulai bulan November 2021 sampai Maret 2022 dengan total keseluruhan mencapai Rp5,8 miliar tidak kunjung dikirimkan sampai saat ini," kata Vicky dalam keterangannya.
"Begitu juga dengan korban lainnya, transaksi yang terjadi dalam kurun waktu antara Oktober 2021 sampai dengan Maret 2022, dengan taksiran total kerugian korban mencapai Rp35 miliar," sambungnya.