News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Anak Pejabat Pajak Aniaya Remaja

Mengapa Cedera Otak yang Dialami David Ozora Disebut Dokter Tidak Bisa Pulih 100 Persen?

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Korban penganiayaan Mario Dandy, David Ozora (17), saat kontrol di RS Mayapada Kuningan. Dokter Rumah Sakit Mayapada Kuningan, Yeremia Tatang mengungkapkan bahwa Crystalino David Ozora tidak akan bisa sembuh sepenuhnya usai jadi korban penganiayaan oleh Mario Dandy.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dokter Rumah Sakit Mayapada Kuningan, Yeremia Tatang memberikan keterangannya sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus penganiayaan Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).

Dalam kesempatan itu Tatang mengungkapkan bahwa Crystalino David Ozora tidak akan bisa sembuh sepenuhnya usai jadi korban penganiayaan oleh Mario Dandy.

Baca juga: Sebut David Tak Bisa Pulih 100 Persen akibat Dianiaya Mario, Dokter Tatang: Dia Membaik Itu Mukjizat

Hal itu dijelaskan Tatang usai Hakim Ketua Alimin Ribut Sujono bertanya kepadanya apakah David bisa pulih setelah kejadian penganiayaan tersebut.

"Menurut pendapat saudara, bisa enggak progresnya bisa pulih?" tanya hakim.

"Kalau 100 persen saya rasa tidak yang mulia," ujar Tatang.

Hakim pun coba menegaskan penjelasan Tatang, apakah kondisi itu akan berlaku hingga selamanya.

"100 persen itu maksudnya selamanya?" tanya hakim.

Tatang pun mengamini pertanyaan hakim tersebut.

Sebab menurutnya pada bagian tubuh David terdapat bekas luka yang bersifat permanen sehingga tak memungkinkan anak dari Jonathan Latumahina itu sembuh 100 persen.

"Karena bagaimanapun ini ada bekas lukas yang masih permanen di area sana," ungkapnya.

Baca juga: Ayah David Ozora Tak Masalah Jika Mario Dandy Tak Mau Bayar Restitusi Asal Diganti Hukuman Penjara

Terkait hal ini, Tatang pun memberi contoh keadaan yang dialami David dengan seseorang yang menderita penyakit stroke.

Dijelaskan Tatang, biarpun semua faktor yang menyebabkan stroke bisa terkontrol namun kondisi orang tersebut dipastikan tidak akan sama seperti keadaan sebelumnya.

"Walaupun strokenya dalam tanda kutip semua faktornya bisa terkontrol, tapi orang tersebut pasti mengalami dalam tanda kutip disabilitas," ujarnya.

Hal itu pun lanjut Tatang juga berlaku pada kondisi David.

Terdakwa kasus penganiayaan terhadap David Ozora (17), Mario Dandy (20) (kanan), saat menjalani sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Selasa (13/6/2023). (Instagram @tidvrberjalan/KOMPAS.com Joy Andre)

Ketika di area tubuh David masih meninggalkan luka permanen di area cedera, praktis fungsinya tidak akan kembali seperti semula.

"Ketika terjadi bekas luka di area cedera tersebut dan meninggalkan bekas pasti dia tidak akan kembali 100 persen seperti semula," ujarnya.

Dokter Tatang mengaku bahwa dirinya mulai menangani David saat David tiba di Mayapada Hospital Kamis dini hari, setelah dipindahkan dari Rumah Sakit (RS) Medika Permata Hijau.

Sejak saat itu, penanganan David pun berada langsung di bawah pengawasannya, termasuk ketika David sadar, mulai pulih dan menjalani rawat jalan.

"Saya mulai memegang David itu Rabu malam, sekitar jam 12-an tepatnya masuk ke Kamis dini hari, jam 1-an itu pasien pindah dari Rumah Sakit Medika ke Mayapada Kuningan. Sejak saat itu saya pegang sampai saya pulangkan beliau," jelas dr Tatang dalam sidang tersebut.

Baca juga: Restitusi Mario Dandy Cs ke David Ozora, Jonathan Latumahina: Kalau Gak Mau Bayar, Ganti Kurungan

Saat tiba di Unit Gawat Darurat (UGD), David diketahui dalam kondisi yang menurut medis 'sangat tidak bagus'.

"Jadi saat tiba hampir jam 1 pagi itu pasien langsung ke UGD, dia di UGD terus terang kondisinya sangat tidak bagus," kata dr Tatang.

Bahkan kondisinya dapat dikatakan 'koma', karena David saat itu sedikitpun tidak merespons rangsangan yang diberikan tim kedokteran Mayapada.

Perlu diletahui, Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran.

Sementara itu, seseorang dapat dikatakan koma jika GCS berada pada skala 3.

"Jadi (kondisinya) koma, dengan gcs-nya 3, tidak ada respons sama sekali dengan rangsangan yang kita berikan," pungkas dr. Tatang.

Keterbelakangan Mental

Sebelumnya paman David Ozora, Rustam Atala mengungkapkan kondisi keponakannya saat terakhir kali ia bertemu.

Rustam mengungkapkan kondisi David seperti orang keterbelakangan mental.

Hal itu disampaikan Rustam saat dihadirkan secara daring sebagai saksi oleh jaksa pada sidang Mario dan Shane Lukas dalam kasus penganiayaan berat terhadap David, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2023) lalu.

"Apakah saudara mengetahui tadi saudara mengatakan ada perubahan mental. Maksudnya suadara mental itu apa?" tanya kuasa hukum Shane Lukas di persidangan.

"Yang pertama waktu saya ketemu David itu dia tidak ingat saya siapa?" jawab Rustam.

"Sekarang ini bagaimana keadaannya," tanya penasihat hukum.

"Kan saya bilang saya belum ketemu David kalau sekarang. Terakhir saya ketemu lebaran," tegas Rustam.

"Yang kami tanyakan saat bertemu lebaran. Bagaimana kondisi mentalnya?" tanya kuasa hukum.

"Mentalnya turun, satu dia (David) tidak kenal saya. Dua saya sebenarnya berat mengatakan ini tapi David seperti orang keterbelakangan (mental). Beda dari David sebelumnya," jelasnya.

"Dia bicara tidak bisa filter, bahkan saya kaget ketika dia bisa ngomong itu. Bahkan dia panggil bapaknya yang dulu biasa bilang Pah gitu, sekarang cuma panggil Jo. Seperti kayak anak kecil," lanjut Rustam.

Atas kesimpulan tersebut, kuasa hukum Shane Lukas protes dengan apa yang disampaikan Rustam.

"Tapi kan saudara bukan ahli atau dokter mengatakan itu keterbelakangan menta, itu yang kami tidak terima saudara menyimpulkan itu," protes kuasa hukum.

Sebagai informasi, dalam perkara penganiayaan ini Mario Dandy telah dijerat dakwaan kesatu:

Pasal 355 Ayat 1 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Atau dakwaan kedua:

Pasal 76 c jucto pasal 50 ayat 2 Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Shane Lukas dijerat dakwaan kesatu:

Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsidair Pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Atau dakwaan kedua:

Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 56 ke-2 KUHP Subsidair Pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 56 ke-2 KUHP.

Atau dakwaan ketiga:

Pasal 76 C jo Pasal 80 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Berdasarkan dakwaan kesatu primair, yaitu Pasal 355 Ayat 1 KUHP, keduanya praktis terancam pidana penjara selama 12 tahun.

"Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun," sebagaimana termaktub dalam 355 Ayat 1 KUHP. (Tribun Network/fah/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini