Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai bahwa terdakwa Mario Dandy Satriyo telah membuat kebohongan serta alibi agar terlepas dari jeratan hukum usai menganiaya korban Crystalino David Ozora.
Hal itu pun menjadi salah satu sebab yang mendasari jaksa menolak seluruhnya pleidoi atau nota pembelaan yang diajukan Mario dan tim kuasa hukumnya.
"Terdakwa Mario Dandy Satriyo juga menciptakan serangkaian kebohongan guna membangun alibi agar terlepas dari jerat hukum," kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/8/2023).
Baca juga: Dianggap Tak Sesuai Fakta, Jaksa Tolak Nota Pembelaan Mario Dandy
Jaksa pun beranggapan, kebohongan Mario itu akhirnya menciptakan kebohongan lainnya yang ia buat namun justru pada akhirnya menjerat dirinya sendiri dalam persoalan hukum.
Sebab dikatakan jaksa Mario kini justru seperti terpojok akibat kebohongan yang ia ciptakan guna menutupi kesalahannya dalam perkara tersebut.
"Akhirnya dapat digunakan sebagai suatu petunjuk tentang kesalahan terdakwa Mario Dandy Satriyo dalam penganiayaan yang dilakukannya terhadap anak korban Crystalino David Ozora alias Wareng," pungkasnya.
Jaksa Tolak Pleidoi Mario Dandy
Jaksa penuntut umum (JPU) menolak nota pembelaan atau pleidoi yang diajukan oleh terdakwa Mario Dandy Satriyo dan tim kuasa hukumnya terkait kasus penganiayaan Crystalino David Ozora.
Adapun hal itu disampaikan jaksa dalam sidang dengan agenda replik atau tanggapan atas pleidoi Mario di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/8/2023).
"Majelis hakim yang kami muliakan, saudara tim penasihat hukum yang terhormat pada intinya kami selaku tim penuntut umum menolak dan membantah seluruh argumen dari tim penasihat hukum atau terdakwa didalam pleidoinya," ucap jaksa.
Penolakan terhadap pleidoi Mario itu lantaran jaksa beranggapan apa yang disampaikan terdakwa maupun tim kuasa hukumnya tidak menggambarkan fakta keseluruhan di persidangan.
Padahal kata jaksa apabila terdakwa maupun tim kuasa hukumnya menjelaskan secara detail kejadian yang sebenarnya, maka fakta penganiayaan akan terkuak dalam persidangan.
Baca juga: Mario Dandy Kecewa Dituntut 12 Tahun oleh Jaksa, Klaim Masih Bisa Berubah Karena Masih Muda
"Maka akan dapat terlihat suatu kenyataan yang bertolak belakang dengan apa yang dikemukakan baik oleh tim penasihat hukum atau terdakwa didalam pleidoi mereka yang sangat jelas menggambarkan keterlibatan terdakwa sebagai pelaku dalam tindak pidana," ujarnya.
"Dan turut serta melakukan penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu," tambahnya.
Dituntut 12 Tahun
Jaksa Penuntut Umum (JPU) resmi menuntut terdakwa Mario Dandy Satriyo dengan pidana penjara selama 12 tahun dalam kasus penganiayaan terhadap David Ozora.
Adapun tuntutan itu dibacakan jaksa dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/8/2023).
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Mario Dandy Satriyo alias Dandy dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangi selama terdakwa Mario Dandy Satriyo berada dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa Mario Dandy Satriyo tetap ditahan," ujar jaksa dalam ruang sidang.
Adapun pertimbangan jaksa memberikan tuntutan tersebut kepada Mario yakni lantaran terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan serta telah memenuhi rumusan-rumusan perbuatan pidana turut serta melakukan kejahatan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dulu sebagaimana yang telah didakwaan dalam dakwaan
Berdasarkan fakta tersebut alhasil jaksa menuntut Mario dengan hukuman maksimal sesuai dakwaan primair, yakni Pasal 355 Ayat 1 KUHP.
Sebagai informasi, dalam perkara penganiayaan David Ozora, Mario Dandy dan Shane Lukas didakwa Jaksa melanggar pasal tentang penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu.
Mario Dandy telah dijerat dakwaan kesatu:
Pasal 355 Ayat 1 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Atau dakwaan kedua:
Pasal 76 c jucto pasal 50 ayat 2 Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, Shane Lukas dijerat dakwaan kesatu:
Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsidair Pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau dakwaan kedua:
Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 56 ke-2 KUHP Subsidair Pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Atau dakwaan ketiga:
Pasal 76 C jo Pasal 80 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.