Dengan berlaku intoleran, berarti mereka sebenarnya sedang melanggar perintah agama untuk berlaku santun dan beradab pada orang lain. Padahal, saat menjalankan Pancasila, secara otomatis pasti menjadi orang yang toleran.
“Sehingga tidak berlebihan rasanya jika ada anggapan bahwa dengan menjalankan Pancasila, itu sama dengan kita beribadah sesuai ajaran agama, karena ajaran agama dan Pancasila memiliki kaitan yang sangat erat,” imbuh Alissa.
Alissa menambahkan untuk memelihara persatuan bangsa melalui Pancasila, agaknya perlu mewaspadai adanya framing berita atau informasi dengan tujuan tertentu. Seringkali isu kemiskinan yang terjadi di Indonesia digunakan oleh kelompok intoleran untuk menggiring persepsi publik dan memperlihatkan kegagalan Pemerintah Indonesia.
Faktanya, tidak ada hubungannya antara kemiskinan dengan intoleransi. Pemahaman yang intoleran bisa dimunculkan dimanapun dan dengan siapapun, terlepas dari status ekonominya. Isu kemiskinan sering juga dikaitkan dengan hutang negara misalnya, suka tidak suka adalah tanggung jawab bersama sebagai bangsa Indonesia.
Walaupun memang tidak dipungkiri bahwa penting untuk memilih pemimpin yang tepat, supaya Indonesia bisa mengurangi beban hutangnya.
“Ketika kita sudah memilih pemimpin dan perwakilan di eksekutif dan legislatif, kemudian mereka menghasilkan produk kebijakan, harus diakui bahwa itulah keputusan kita bersama. Menjadi kewajiban bersama sebagai bangsa untuk mengelola kondisi ini, dan ini bukan alasan untuk kemudian kita bersikap intoleran kepada siapapun. Intoleransi itu tidak ada hubungannya dengan kemiskinan,” jelas Alissa.