TRIBUNNEWS.COM — Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menggelar Rapat Koordinasi Pimpinan RI, Pimpinan Badan Sosialisasi MPR, Pimpinan Badan Pengkajian MPR, Pimpinan Badan Penganggaran MPR dan Pimpinan Lembaga Pengkajian MPR di Legian, Bali, Sabtu malam (30/1/2016).
Dalam kesempatan tersebut, hadir Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta didampingi Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid membuka gelaran acara.
Dalam rapat koordinasi tersebut hadir pula para Pimpinan Badan Sosialisasi MPR seperti Ahmad Basarah, Edhy Prabowo, Alimin Abdullah, Prof. Bahtiar Aly.
Para Pimpinan Badan Pengkajian MPR seperti Rambe Kamarulzaman, TB. Soenmandjaja, Martin Hutabarat.
Para Pimpinan Badan Penganggaran MPR seperti Idris laena, Guntur Sasono, Suarifuddin Suding, Muh. Asri Anas; serta para Pimpinan Lembaga Pengkajian MPR seperti Ahmad Farhan Hamid, Prof. Sudjarto.
Rapat koordinasi tersebut membahas segala permasalahan seputar evaluasi program-program MPR RI, kinerja Sekretariat Jenderal MPR RI, dan membahas rencana program MPR RI tahun 2016 serta penganggarannya.
Menurut Ketua Badan Sosialisasi MPR RI Ahmad Basarah, rapat koordinasi ini dimaksudkan sebagai rapat awal tahun Pimpinan MPR dan pimpinan badan-badan dan lembaga untuk mencermati dan merespon perkembangan kebangsaan dan ketatanegaraan bangsa, terkait ekspektasi masyarakat luas terhadap eksistensi MPR RI.
MPR RI, lanjut Ahmad Basarah, masih diharapkan berbagai kalangan dapat segera mengambil posisi sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan tertinggi.
“Sebagai sebuah lembaga, MPR RI memang memiliki kewenangan tertinggi pasca reformasi bergulir. Ekspektasi masyarakat terhadap peran MPR sebagai pemilik kewenangan tertinggi inilah yang malam mini dibahas dalam rapat koordinasi," tukas Ahmad.
Selain itu, Ahmad mengatakan, rapat tersebut juga membahas penempatan posisi MPR dalam mencermati dinamika kemasyarakatan, kebangsaan, dan ketatanegaraan, temasuk di antaranya dinamika terakhir tentang perlunya negara kembali memiliki haluan negara.
Di sisi lain, Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta mengutarakan, isu aktual yang dibahas dalam rapat koordinasi adalah memaksimalkan fungsi, peran badan, dan lembaga pengkajian MPR RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang secara intensif dibahas dalam Pasal 5 huruf c UU MD3.
Pasal tersebut memuat, badan pengkajian dan lembaga pengkajian akan fokus pada tindak lanjut arus besar aspirasi masyarakat terkait soal amandemen UUD yang terbatas pada eksistensi lembaga MPR.
Berkaca dari pasal tersebut, Oesman Saptma berpendapat perlunya dihidupkan kembali sistem kebijakan pembangunan nasional jangka pendek, menengah dan panjang.
“Kenapa hal itu sangat perlu? Supaya negara kita tidak setiap ganti Presiden, ganti pula sistemnya. Misalnya sekarang kebijakan pembangunan Presiden tol laut, nanti ganti Presiden kebijakan pembangunan ganti tol udara. Jadi, sistem dan kebijakan pembangunan Presiden tidak ada kontinuitas, tidak nyambung. Nah, ini akan kita ubah,” jelasnya.
Sementara itu, rapat koordinasi tersebut menghasilkan beberapa poin penting menyangkut ketatanegaraan, di antaranya pentingnya sosialisasi Empat Pilar MPR RI (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika), serta ide membentuk sekolah atau lembaga pendidikan konstitusi sekaligus museum konstitusi di lingkungan MPR RI. (advertorial)