TRIBUNNEWS.COM - Bagi sebagian besar mahasiswa persoalan politik dan ketatanegaraan kurang menarik. Kalah menarik jika dibandingkan dengan hiburan, musik dan film.
Buktinya buku-buku ilmu politik dan ketatanegaraan tidak diminati mahasiswa. Sedangkan untuk masalah hiburan, film dan musik, para mahasiswa mau repot mencari hingga tengah malam.
Karena itu banyak perubahan pada sistem ketatanegaraan yang tidak diketahui mahasiswa. Termasuk perubahan yang dialami Majelis Permusyawarat Rakyat (MPR) pasca reformasi.
Padahal setelah reformasi, Indonesia pada umumnya dan MPR pada khususnya mengalami perubahan yang sangat besar, bahkan berbeda sama sekali dibanding Indonesia sebelum reformasi.
Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Jenderal MPR Ma'ruf Cahyono dihadapan ratusan Mahasiswa Politeknik Jakarta yang berkunjung ke MPR.
Pertemuan tersebut berlangsung di Gedung Nusantara IV pada Kamis (18/2) . Selain berdialog dengan Setjen MPR, rombongan mahasiswa itu juga melihat-lihat dari dekat kondisi lingkungan MPR.
Pasca reformasi menurut Ma'ruf MPR sudah tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara. MPR berubah menjadi lembaga negara, setara dengan lembaga negara lainnya. MPR juga sudah tidak lagi membuat GBHN.
"Banyak perubahan yang sudah terjadi, karena itu dalam UU tentang MPR DPR DPD dan DPRD salah satu tugas MPR itu adalah mensosialisasikan empat pilar", kata Ma'ruf menambahkan.
Sebagai pengetahuan, kata Ma'ruf Ilmu Politik dan Sistem Ketatanegaraan sangat penting untuk dipahami. Karena pada saatnya, ilmu politik dan ketatanegaraan itu pasti dibutuhkan. Hanya saja saat ini tidak semua mahasiswa merasa perlu mempelajari ilmu politik dan ketata negaraan. (Advertorial)