TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid mendesak Rapat Paripurna DPR RI penutupan masa sidang, yang akan digelar Kamis (16/7), segera memutuskan penghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Karena penghentian pembahasan RUU HIP, sejalan dengan komitmen pimpinan DPR yang disampaikan saat menerima delegasi Pimpinan Pengunjuk Rasa tolak RUU HIP. Apalagi, sidang paripurna, itu telah memiliki agenda merespons perkembangan penolakan Publik terhadap RUU HIP.
“Semakin banyak penolakan dari masyarakat, dan adanya kegaduhan akibat RUU HIP dengan sejumlah ketentuannya yang kontroversial, ini seharusnya sudah bisa menjadi alasan bagi DPR – bersama dengan pemerintah – untuk bersikap resmi menghentikan pembahasan dan bahkan mencabut RUU HIP dari Prolegnas Prioritas 2020 maupun Prolegnas Long List 2020-2024,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (15/7).
Hidayat menyayangkan hasil rapat Badan Legislasi DPR RI dan Pemerintah yang telah menarik 16 RUU dari daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2020, tetapi tidak ada RUU HIP dari daftar RUU yang ditarik tersebut. Padahal, penolakan terhadap RUU ini sudah sangat masif dilakukan dari berbagai elemen bangsa, dari Ormas Keagamaan, Pemuda Pancasila, hingga Legiun Veteran. Sayangnya, aspirasi mereka belum didengarkan secara seksama oleh DPR RI.
“Suara dan aspirasi-aspirasi mereka juga sudah disampaikan oleh Anggota Badan Legislasi dari Fraksi PKS dalam Rapat Kerja Baleg DPR RI dengan Pemerintah (yang diwakili Menkumham) serta DPD, agar tripartit ini menyepakati untuk menghentikan pembahasan RUU HIP dan bahkan menariknya dari Prolegnas” ujarnya.
Oleh karena itu, Anggota Komisi VIII DPR RI ini mendesak agar Rapat Paripurna DPR RI sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi di DPR mengagendakan untuk membahas penghentian pembahasan dan atau pencabutan RUU HIP ini dari Prolegnas. “Pimpinan DPR sudah berkomitmen secara terbuka kepada Pimpinan Ormas yang berdemonstrasi menolak RUU HIP untuk menghentikan pembahasan. Selain itu Menkopolhukam juga secara lisan pernah sampaikan bahwa Pemerintah tidak setuju dengan RUU HIP bermasalah ini. Jadi, apalagi yang mau ditunggu?” kata Hidayat lagi.
HNW mengingatkan agar Pemerintah dan DPR tidak lagi jatuh pada lubang yang sama ketika RUU HIP ini diloloskan menjadi RUU Usul Inisiatif DPR. “Ketika RUU ini dibahas sudah diingatkan oleh FPKS di Baleg terkait beberapa konten yang bermasalah. Lalu, tidak dihiraukan, sehingga dibawa ke Paripurna. Di Rapat Paripurna, penolakan dari FPKS dan Fraksi Partai Demokrat juga diabaikan, sehingga akhirnya menjadi kontroversi ketika isi dari RUU itu sampai ke masyarakat sangat luas,” ujarnya.
Sebagai informasi, beberapa konten dalam RUU HIP ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Di antaranya adalah tidak diakomodasinya TAP MPRS XXV/1966 yang mengatur larangan penyebaran ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, Pancasila yang diperas menjadi trisila dan ekasila, hingga banyak ketentuan pasal dalam RUU HIP soal “ketuhanan” yang tidak sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila. Juga tentang Visi dan Ciri Manusia Pancasila dalam RUU HIP, yang tidak sesuai dengan Pancasila 18 Agustus 1945.
“Lebih baik dan sesuai dengan perwakilan Rakyat apabila DPR dan Pemerintah sepakat merespon banyak sekali kritik serta masukan publik untuk menghentikan pembahasan RUU HIP, bahkan mengeluarkan RUU HIP dari Prolegnas, agar kontroversi ini berhenti. Dengan begitu kepercayaan Rakyat serta marwah DPR dapat terselamatkan. Setelah itu semua pihak dapat berkontribusi dan fokus mengatasi dampai Covid-19 yang semakin meluas dan mengkhawatirkan itu,” pungkasnya.