TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan perburuan tersangka koruptor dan aset-aset mereka di negara lain tidak hanya mengharuskan efektivitas sinergi antar-institusi. Tetapi, dibutuhkan pula Tim Pemburu Koruptor (TPK) yang bersih dari kepentingan. TPK harus mencerminkan sinergi antar-institusi yang efektif dan bebas dari kepentingan.
"Selain Kementerian keuangan dan Bank Indonesia serta Kementerian Hukum dan HAM, di dalam TPK sebaiknya ada unsur Kemenlu dan Polri. Kemenlu sangat diperlukan karena para duta besar RI bisa membangun komunikasi dengan pihak berwenang di negara tujuan TPK. Sedangkan Polri bisa menjalin kerjasama dengan Interpol untuk mendeteksi posisi tersangka koruptor,’’ ujar Bamsoet di Jakarta, Jumat (17/7/20).
Mantan Ketua DPR RI ini menuturkan, perburuan tersangka koruptor dan aset-asetnya oleh TPK nantinya praktis lebih mudah. Karena Indonesia akan kembali menandatangani kesepakatan bilateral tentang Automatic Exchange Information (AEoI) dengan sejumlah negara.
"AEoI adalah fasilitas sistem pertukaran informasi otomatis untuk mengetahui dan mengawasi potensi pajak, baik di dalam maupun di luar negeri. AEoI juga bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi dana milik perorangan atau badan hukum yang disimpan di negara lain," urai Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, saat ini Indonesia telah menandatangani kesepakatan implementasi AEoI dengan Hongkong, Tiongkok dan Swiss. Kesepakatan ini memungkinkan pemerintah Indonesia mendeteksi dana milik para tersangka koruptor, utamanya yang disembunyikan di Swiss, Hongkong dan Tiongkok.
"Penerapan AEoI sendiri sudah disepakati setidaknya oleh 100 negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)," kata Bamsoet.
Lebih jauh Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini mengingatkan pemerintah untuk belajar dari kegagalan tim pemburu aset Bank Century di Swiss bernilai 156 juta dolar AS yang disimpan di Bank Dresdner. Semua upaya dan progres tim pemburu yang difasilitasi oleh Dubes RI di Swiss terhenti seketika. Pasalnya, seorang pejabat tinggi dari Jakarta mengeliminasi peran dan fungsi Dubes RI untuk Swiss dengan mengaku sebagai wakil resmi pemerintah.
Kasus ini sempat menimbulkan kegaduhan setelah Dubes RI untuk Swiss waktu itu, Djoko Susilo, membuat pengakuan terbuka di Jakarta. "Belajar dari kegagalan ini, saya mendorong pemerintah agar memastikan semua anggota TPK bebas dari kepentingan pihak lain," pungkas Bamsoet.