TRIBUNNEWS.COM - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah dan beberapa tokoh nasional lainnya termasuk Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani di Istana Negara Jakarta, Kamis (13/8/2020).
Tanda kehormatan ini diberikan lewat Keputusan Presiden RI No. 52/TK/Tahun 2020 tanggal 22 Juni 2020 tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Jasa.
‘’Saya merasa tanda kehormatan berupa Bintang Jasa Utama ini, sesuai namanya, adalah sebuah penghormatan bukan hanya untuk saya pribadi tetapi juga untuk lembaga MPR dan PDI Perjuangan partai politik tempat saya berjuang. Untuk itu saya berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo dan semua pihak yang telah mempertimbangkan saya layak menerima anugerah yang besar ini.
Secara khusus saya mengucapkan terima kasih kepada Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Hajjah Megawati Soekarnoputri, yang telah memberi saya banyak kepercayaan dan tanggungjawab dalam berkarya untuk bangsa dan negara,’’ ujar Ahmad Basarah usai menerima penganugerahan tanda kehormatan di Istana Negara.
Saat dimintai komentarnya tentang penganugerahan tanda jasa untuk Ahmad Basarah ini, pakar hukum tatanegara, Bayu Dwi Anggonomengatakan bahwa penunjukan orang-orang tertentu untuk dianugerahi tanda jasa diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Pada Bab I Pasal 1 Ayat 9 Undang-undang itu dinyatakan bahwa penunjukan itu dilakukan atas dasar pertimbangan dan penilaian yang dilakukan oleh dewan tertentu yang ditunjuk oleh presiden, lalu berdasarkan masukan dewan itulah presiden menenentukan orang-orang tertentu untuk dianugerahi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan oleh negara.
‘’Dalam Undang-undang itu, khususnya Pasal 28 ayat (3), memang disebutkan bahwa ada syarat khusus yang mengatur pemberian gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan, yakni penerima Bintang Jasa adalah orang-orang yang dianggap berjasa besar di suatu bidang atau peristiwa tertentu yang bermanfaat bagi keselamatan, kesejahteraan, dan kebesaran bangsa dan negara, pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang bermanfaat bagi bangsa dan negara dan/atau darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional. Saya yakin Mas Ahmad Basarah memenuhi semua kriteria itu,’’ jelas Dosen Universitas Jember Jawa Timur ini.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo keberhasilan Ahmad Basarah meraih gelar doktor dalam ilmu hukum tata-negara dari Universitas Diponegoro Semarang pada Desember 2016 menjadi bukti keseriusannya mendalami Pancasila. Untuk mendapatkan gelar prestisius itu, Basarah mengajukan desertasi berjudul "Eksistensi Pancasila Sebagai Tolok Ukur Dalam Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi: Kajian Perspektif Filsafat Hukum Dan Ketatanegaraan".
‘’Dalam desertasinya yang diuji oleh Guru Besar dari lima Perguruan Tinggi, dan dua orang di antaranya adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yakni, oleh Prof. Dr. Mahfud MD dan Prof Dr, Arief Hidayat, Basarah menyelidiki latar belakang historis, filosofis dan kedudukan hukum Pancasila sebagai sumber dari segala sumber pembentukan hukum nasional maupun tolok ukur pengujian UU di Mahkamah Konstitusi (MK). Ini sungguh sebuah novelty yang luar biasa,’’ tegas Karyono.
Untuk memantapkan jalan ideologinya itu, Ahmad Basarah juga telah menerbitkan buku berjudul Bung Karno, Islam dan Pancasila. Buku tersebut adalah intisari dari karya disertasi doktoralnya yang ia dedikasikan untuk menjadi jembatan pemikiran antara Islam dan nasionalisme di satu sisi dan antara golongan Islam dan golongan nasionalis di sisi lain.
Sebelum terjun di kancah politik praktis, pria kelahiran Jakarta, 16 Juni 1968, Ahmad Basarah yang akrab dipanggil dengan nama Baskara ini dikenal sebagai politisi berlatarbelakang aktivis gerakan mahasiswa. Ketika menjadi Sekretaris Jenderal Presidium GMNI antara 1996 – 1999, putera almarhum Soeryanto, seorang Purnawirawan Polri, ini aktif dalam gerbong reformasi menurunkan rezim Orde Baru. Pengalaman organisasinya diperkuat dengan pendidikan formalnya hingga memperoleh Doktor di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro membuat ketrampilan politik Basarah semakin terasah.
Basarah pernah menjadi formatur pembentukan sayap Islam PDI Perjuangan dan sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia pada 2007 sampai sekarang. Karir politiknya terus meroket katika ia masuk ke dalam lingkaran Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Basarah dipercaya partainya menjadi Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan periode 2010 - 2015 dan 2015 - 2019. Pada Kongres V PDI Perjuangan di Bali, Basarah dipilih oleh Megawati untuk menjadi Ketua DPP PDI Perjuangan masa bakti 2019–2024.
Sebagai salah satu pakar Pancasila, Basarah juga mengasah pemikiran-pemikiran akademisnya dengan mengajar di program paska sarjana beberapa perguruan tinggi, di antaranya di Universitas Islam Malang (Unisma), Universitas Brawijaya Malang, Universitas Jember dan lain-lain.
Ia kerap menjadi narasumber dan terlibat dalam diskusi serta seminar yang diadakan BPIP. Melalui mimbar BPIP, Basarah juga menegaskan pentingnya Pancasila dibumikan dan dijadikan ideologi yang dapat bekerja di tengah bangsanya sendiri. (*)