TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mengingatkan pemerintah untuk berhati hati dan melakukan evaluasi terhadap kondisi utang luar negeri. Pasalnya, utang luar negeri Indonesia selama enam tahun mencapai sebesar Rp3.148,09 Trilun atau melonjak 124% dari periode pemerintahan sebelumnya.
Ia menilai bahwa besarnya utang negeri yang dimiliki Indonesia harusnya bisa berkurang bila prioritas pembangunan diterapkan pemerintah untuk dikelola dengan baik dengan memprioritaskan penanganan kesehatan dan ekonomi Rakyat UMKM.
“Utang luar negeri yang semakin membludak akan semakin membebani keuangan negara di tengah Pandemi Covid-19 dan akan menimbulkan banyak masalah sementara ekonomi rakyat belum membaik,” ungkap Syarief.
Apalagi, The World Bank juga telah merilis laporan International Debt Statistics (IDS). Dalam laporannya, Bank Dunia memasukkan Indonesia ke dalam daftar 10 negara berpendapatan kecil dan menengah dengan utang luar negeri tertinggi di dunia. Indonesia persis menempati urutan ke-6.
Dalam laporannya, Bank Dunia juga menyebutkan bahwa terjadi peningkatan posisi utang luar negeri Indonesia sebesar 5% dari tahun 2018 yang tercatat sebesar US$ 379,58 Miliar. Bahkan, apabila dibandingkan posisi utang luar negeri Indonesia tahun 2019 dengan 10 tahun sebelumnya maka ada peningkatan hingga 124%. Adapun posisi utang luar negeri Indonesia 10 tahun lalu di 2009 hanya sebesar US$ 179,40 miliar.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga mengingatkan pemerintah terkait rasio utang luar negeri terhadap Gross National Income (GNI) yang telah mencapai 38,64%.
“PNB Indonesia berkisar Rp15.779,7 oTriliun. Dengan Utang Luar Negeri mencapai Rp6098,2 Triliun berarti rasionya berkisar 38,64%. Kondisi ini menunjukkan pengelolaan utang Indonesia semakin memburuk. Indikator ini juga menunjukkani kemampuan membayar utang Indonesia semakin memburuk,” tegas Syarief.
Ia juga menegaskan agar Pemerintah lebih berhati-hati dalam mengelola utang luar negeri. “Rasio utang Indonesia kemungkinan akan naik beberapa tahun mendatang akibat tekanan Pandemi Covid-19. Belanja pemerintah terus meningkat seiring dengan penurunan penerimaan negara ditambah utang2 baru yang semakin ditingkatkan,” jelas Syarief.
Ia menyebutkan bahwa selama ini, Pemerintah telah mengucurkan dana besar hingga Rp800 Triliun yang didominasi utang luar negeri untuk menanggulangi Covid-19 namun belum membuahkan hasil yang optimal.
“Ekonomi Indonesia malah terkontraksi minus dan resesi pertama kali sejak tahun 1999 padahal sudah dikuncurkan dana besar. Ini membuktikan bahwa persoalannya ada pada manajemen penanganan pandemi dan keberpihakan ekonomi rakyat UMKM Untuk itu check and balance serta hak budget dimaksimalkan secara utuh lagi oleh DPR RI," tutup Syarief Hasan. (*)