TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung pelaksanaan digitalisasi di berbagai lembaga/kementerian yang membuat pekerjaan semakin paperless, efektif, dan efisien. Digitalisasi merupakan keniscayaan zaman yang tidak bisa dihindarkan. Termasuk dalam sertifikasi tanah yang dikelola Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dengan catatan, dokumen sertifikat tanah (fisik) yang sudah dimiliki masyarakat tetap berlaku keabsahannya dan dilakukan bertahap pada saat pembaruan (balik nama). Dan perlu dipertimbangkan juga dibentuknya lembaga kustodi sertifikat digital yang independen sebagai pengamanan ontentikfikasi daripada surat kepemilikan tanah masyarakat itu sendiri seperti yang lazim dilakukan dalam penyimpanan lembar saham digital di bursa.
"Dalam melakukan digitalisasi sertifikat tanah, BPN tidak perlu menarik sertifikat fisik yang sudah dimiliki masyarakat. Biarkan sertifikat fisik tersebut tetap dipegang si pemilik tanah, sehingga tidak menimbulkan kerancuan. Jika dilakukan penarikan, khawatir ada oknum BPN maupun pihak yang mengatasnamakan BPN, yang justru menyalahgunakan sertifikat tersebut," ujar Bamsoet usai bertemu Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, di Jakarta, Selasa (30/3/21).
Turut hadir jajaran Kementerian ATR/BPN, antara lain Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Agus Widjayanto, Direktur Penanganan Sengketa Pertanahan Firdaus, serta Staf Khusus Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Hary Sudwijanto.
Ketua DPR RI ke-20 ini turut mengapresiasi kinerja Kementerian ATR/BPN yang telah menerapkan empat layanan pertanahan yang dilayani secara elektronik. Yakni Hak Tanggungan, Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), Informasi Zona Nilai Tanah (ZNT) serta pengecekan sertifikat tanah. Penerapan layanan elektronik tersebut dapat meningkatkan posisi Indonesia dalam Ease of Doing Business (EODB), yang dikeluarkan Bank Dunia (World Bank).
"Pada tahun 2020, posisi EODB Indonesia berada di peringkat ke-73 dunia, dengan skor 69,6. Menempatkan Indonesia di posisi kelima terendah di ASEAN, setelah Singapura (skor 86,2), Malaysia (81,5), Thailand (80,1), Brunei Darussalam (70,1), dan Vietnam (69,8). Dengan dukungan pelayanan elektronik di Kementerian ATR/BPN serta berbagai kementerian/lembaga lainnya, kita berharap pada EODB 2021, peringkat Indonesia bisa naik signifikan, minimal ke urutan 60 dunia," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menerangkan, Kementerian ATR/BPN juga terus mempercepat pembuatan sertifikat tanah melalui program prioritas nasional berupa Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dimulai sejak tahun 2017. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri No 12 tahun 2017 tentang PTSL dan Instruksi Presiden No 2 tahun 2018.
"Selama periode tahun 2017 hingga tahun 2019, PTSL mampu mendaftarkan kurang lebih 28 juta bidang tanah di seluruh wilayah Indonesia. Targetnya, pada tahun 2025 seluruh tanah sudah terdaftar secara resmi di BPN. Membuat masyarakat di berbagai pedesaan bisa mendapatkan sertifikat atas lahan yang dimiliki, sehingga melindungi mereka dari para mafia tanah yang suka seenaknya mengambil alih dan memperjualbelikan lahan masyarakat dengan cara melawan hukum," pungkas Bamsoet.