TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan menegaskan kepada Pemerintah untuk melakukan kajian yang matang dalam merancang target pertumbuhan ekonomi.
Pasalnya, dalam Rapat Koordinasi Kepala Daerah Tahun 2021 secara virtual pada Rabu (14/4/2021), Presiden RI Joko Widodo menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7% pada Kuartal II-2021.
Masih ingat pada periode 1 Presiden Jokowi, Presiden Jokowi sendiri pernah mengatakan ekonomi Indonesia akan meroket 7%. Dan aktualnya pertumbuhan ekonomi tidak lebih dari 5.2 %. Rupanya target pertumbuhan ekonomi angka 7 % itu adalah angka yang mungkin datangnya atas pengalaman.
Syarief Hasan memandang bahwa target tinggi yang dipasang oleh pemerintah sangat tidak relevan dengan kondisi Indonesia hari ini, di mana kondisi negara belum pulih dari pandemi Covid-19.
Pertumbuhan ekonomi yang anjlok dan masih minus hingga hari ini, penggangguran yang masih bertambah, serta daya beli masyarakat yang masih rendah/konsumsi rakyat juga rendah, pertumbuhan investasi yang belum tinggi sekali, eksport yang masih rendah, belum lagi utang pemerintah yang mencapai Rp 6.100 trilliun menjadi beban Negara, ditambah lagi dengan kondisi ekonomi dunia yang belum pulih seharusnya menjadi pertimbangan secara keseluruhan dalam penentuan target”, ungkap Syarief Hasan.
Beberapa waktu yang lalu, BPS RI mengeluarkan rilis resmi terkait pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal III dan IV 2020, ekonomi Indonesia masih berada pada posisi minus 3,49% dan minus 2,19%. Akibatnya, Indonesia dipastikan masih di dalam jurang resesi.
Angka itupun diperparah dengan data dari Kemenaker RI menyebutkan jumlah pengangguran selama Pandemi Covid-19 bertambah sebesar 3,05 juta. Bahkan, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) menyebutkan lebih dari 6,4 juta pekerja yang di PHK hingga akhir 2020. Banyaknya PHK ini meningkatkan jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini pun mendorong Pemerintah untuk membuat grand desain penyelamatan ekonomi Indonesia. “Pemerintah jangan hanya sekedar membuat target tinggi hingga 7%, lalu melakukan revisi target di tengah jalan seperti yang terjadi dalam kurun tahun 2020.
Sebab, ini menunjukkan kurang matang dan inkonsistensi dalam pengelolaan negara. Seharusnya target pertumbuhan ekonomi yang dikomunikasikan dan menjadi sasaran pertumbuhan adalah yang sesuai dengan APBN 2021 yaitu 5%, dan kalau ini tercapai sudah baik, bukan dengan sasaran tidak realistis”, tegas Syarief Hasan.
Ia pun mendorong Pemerintah tidak hanya membuat kebijakan jangka pendek, tetapi juga kebijakan jangka panjang yang realistis.
Ia juga mendorong Pemerintah untuk belajar pada pengelolaan ekonomi di masa Pemerintahan SBY.
“Pada saat pemerintahan SBY, Indonesia pernah diterpa krisis ekonomi global pada 2008, tetapi semuanya dapat diatasi dengan baik. Bahkan, perekonomian Indonesia pernah mencapai 6,5%, pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak era reformasi. Kuncinya, perencanaan matang, jangka panjang, realistis dan tidak optimis berlebihan, dan konsistensi dalam pengelolaan ekonomi Indonesia”, tutup Syarief Hasan. (*)