TRIBUNNEWS.COM - Pemikiran visioner dari sekumpulan pelajar Indonesia yang tergabung di dalam School Tot Opleiding Van Inlands Artsen (STOVIA) dengan membentuk organisasi bernama Budi Utomo pada 20 Mei 1908 silam telah menjadi tonggak sejarah penting bagi Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa (nation-state). Pembentukan Budi Utomo merupakan pemantik bagi munculnya nasionalisme Indonesia sehingga lahirlah sekuensi penting lainnya dalam sejarah bangsa seperti Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, hingga berdiri tegaknya Indonesia hari ini sebagai sebuah negara-bangsa yang merdeka dan berdaulat. Begitu pentingnya kelahiran Budi Utomo ini sehingga Presiden Soekarno pada 20 Mei 1948 di Istana Kepresidenan Yogyakarta menetapkan hari lahir Budi Utomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas).
Hari ini, segenap bangsa Indonesia memperingati kembali 113 tahun lahirnya organisasi tersebut. Tema yang diusung oleh pemerintah adalah “Bangkit! Kita Bangsa Yang Tangguh!”. Pemilihan tema tersebut tentu saja berkorelasi erat dengan sirkumstansi yang dihadapi Indonesia saat ini yang sangat dinamis dan penuh tantangan. Pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung selama lebih dari satu setengah tahun belum berakhir dan masih membutuhkan penanganan yang komprehensif di segala lini kehidupan. Bencana alam datang silih berganti sejak awal tahun hingga kini, termasuk beberapa kecelakaan alat transportasi sipil dan militer yang menelan banyak korban jiwa. Aksi-aksi terorisme dan separatisme yang dimotori oleh oknum-oknum yang hendak merusak persatuan dan kesatuan bangsa belum sepenuhnya bisa ditumpas. Oleh sebab itu, peringatan hari kebangkitan nasional tahun ini menjadi sarat makna. Spirit nasionalisme yang muncul 113 tahun silam melalui kelahiran Budi Utomo perlu dihidupkan kembali untuk mengatasi beragam permasalahan bangsa tersebut.
Ada tiga hal penting mengapa segenap bangsa Indonesia perlu menapaktilasi kembali spirit nasionalisme yang hidup pada rentang kelahiran Budi Utomo tersebut. Pertama, terlepas dari kritik bahwa Budi Utomo merupakan organisasi yang masih bersifat primordial, namun organisasi ini telah membuka khazanah baru perjuangan bangsa bahwa kemerdekaan tidak bisa diraih dengan hanya mengandalkan kekuatan fisik saja. Perjuangan kemerdekaan secara fisik dan sporadis cenderung mudah ditumpas oleh penjajah. Oleh sebab itu, dibutuhkan perjuangan terorganisir dengan mengandalkan kekuatan ide dan pikiran yang mampu memompa persatuan dan kesatuan. Kedua, perjuangan kemerdekaan melalui wadah organisasi lebih mampu menyatukan fragmentasi kebangsaan. Melalui organisasi, beragam perbedaan seperti strategi dan cara pandang, bisa dijembatani sehingga segenap anggota benar-benar fokus dalam memperjuangkan kemerdekaan. Ketiga, kelahiran Budi Utomo merupakan pemantik utama lahirnya organisasi-organisasi pergerakan lainnya seperti Perhimpunan Indonesia, Sarekat Islam, dan Indische Partij sehingga perjuangan kemerdekaan memiliki daya dobrak yang lebih besar.
Selain ketiga hal tersebut, hal lainnya yang tidak bisa dinegasikan adalah kejelian para pendiri Budi Utomo untuk memposisikan perjuangan mereka pada gerakan apolitik. Mereka sangat menyadari bahwa perjuangan kemerdekaan sarat kepentingan politik, baik pemenuhan syarat di level domestik (pemerintah, rakyat, dan wilayah) maupun pengakuan kedaulatan dari negara lain. Namun mereka memahami bahwa kepentingan politik tersebut tidak akan tercapai apabila digagas dari sebuah gerakan yang berdimensi politik. Kekuatan kolonial dan imperial tentu saja akan serta-merta memberangus pergerakan mereka. Oleh sebab itu, organisasi yang mereka gagas bergerak pada tataran ekonomi dan sosial budaya yang menyentuh persoalan mendasar di masyarakat sembari menanamkan bibit-bibit nasionalisme dan perjuangan yang lebih cerdas melawan penjajah. Dalam konteks ini, pembelajaran (lesson learned) penting yang bisa diambil oleh bangsa Indonesia hari ini adalah kepentingan politik negara tidak harus melulu dicapai melalui gerakan politik.
Nasionalisme dan soliditas kebangsaan
Saat ini, bangsa Indonesia hidup dalam milieu yang berbeda dengan masa tersebut. Tantangan dan persoalan yang dihadapi juga jauh berbeda. Yang dihadapi bukanlah kekuatan kolonial dan imperial seperti yang diperagakan oleh Kongsi Dagang Belanda (VOC) dan Jepang pada masa silam. Yang dihadapi adalah ancaman multidimensi dalam bentuk ancaman militer, non-militer, hingga hibrida. Semakin kompleks tatkala ancaman tersebut bersifat asimetris: sulit diukur dan dipetakan. Ancaman yang dihadapi oleh Indonesia dewasa ini tidak hanya datang dari kekuatan eksternal saja seperti pelanggaran wilayah kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara oleh Tiongkok dan berbagai kejahatan transnasional, tapi juga oleh kekuatan domestik melalui gerakan-gerakan ekstremisme, radikalisme, terorisme, serta upaya-upaya pemisahan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berbagai persoalan domestik kebangsaan juga tak jarang digoyang oleh oknum-oknum tertentu untuk menciptakan instabilitas politik dan keamanan.
Peringatan hari kebangkitan nasional yang ke-113 tahun ini menjadi momen penting untuk menggugah kesadaran dan menyalakan kembali spirit nasionalisme di hati segenap anak bangsa. Tidak dimungkiri bahwa bangsa Indonesia saat ini mengalami gejala fragmentasi dan segregasi nasional sebagai ekses residu kontestasi politik dan ketidakpuasan terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Hal inilah yang membuat problematika kebangsaan yang dihadapi menjadi semakin sulit untuk diselesaikan. Dengan menapaktilasi perjuangan Budi Utomo dalam menggapai kemerdekaan, diharapkan dapat tumbuh kesadaran bahwa segala permasalahan yang dihadapi bangsa saat ini akan dapat diselesaikan dengan mengedepankan semangat gotong royong, meletakkan kepentingan bersama yang lebih besar di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Dengan demikian akan tumbuh soliditas yang kuat yang menjembatani segala perbedaan dan fragmentasi yang ada, serta kecintaan yang kuat terhadap bangsa dan negara Indonesia. Nasionalisme hanya dapat hidup di sebuah negara yang bangsanya memiliki kehendak untuk hidup bersama, berjuang bersama, dan meraih tujuan yang ditetapkan bersama. Nasionalisme hanya dapat tumbuh subur pada bangsa yang berkomitmen untuk mengatasi segala perbedaan demi tujuan dan kepentingan bersama. Selamat hari kebangkitan nasional!. (*)