News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

HNW Menilai Vonis Habib Rizieq Tidak Adil dan Terkesan Dipaksakan.

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Habib Rizieq Shihab bersama Lima Mantan Petinggi FPI usai menjalani sidang vonis perkara kerumunan Petamburan di ruang sidang utama PN Jakarta Timur, Kamis (27/5/2021).

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Hidayat Nur Wahid ikut mengomentari putusan pengadilan terkait Habib Rizieq Shihab (HRS) pada kasus kerumunan Megamendung, Jawa Barat. Menurut Hidayat vonis majelis hakim kepada HRS berupa denda sebesar Rp 20 juta terkesan dipaksakan dan tidak mencerminkan keadilan hukum.

HNW sapaan akrab Hidayat mengutarakan bahwa kesan tersebut mudah disimpulkan, apalagi dengan membaca dan memahami isi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur tersebut secara utuh. Di bagian pertimbangan hakim, disebutkan bahwa majelis hakim mengakui adanya diskriminasi penegakan hukum dalam pelanggaran protokol kesehatan Covid 19 terhadap Habib Rizieq.

Karena di banyak kasus lain, pelanggaran prokes tidak diproses ke jalur pidana. Hal ini menjadi alasan bahwa hakim hanya menjatuhi vonis denda, bukan pidana penjara.

“Dari pertimbangan tersebut, dapat dipahami bahwa majelis hakim menilai ada diskriminasi dan ketidakadilan hukum. Apalagi kasus-kasus kerumunan yang tidak ditindaklanjuti itu sudah terjadi sebelum HRS diajukan ke pengadilan, juga tetap terjadi sesudah HRS dipenjara karena tuduhan kerumunan yang dituduhkan sebagai melanggar prokes covid-19. Diskriminasi dan ketidakadilan itu sangat mencolok mata, melukai rasa keadilan publik, dan kredibilitas penegakan hukum,” ujar HNW melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (28/5/2021).

HNW menyayangkan sikap majelis hakim yang mengakui adanya diskriminasi tapi tetap menjatuhkan vonis pidana, walaupun hanya berupa denda.

“Padahal hukum itu esensinya adalah Keadilan. Apalagi Indonesia sudah menegaskan diri sebagai negara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, yang salah satu aspeknya adalah equality before the law (persamaan di hadapan hukum). Dan sayangnya majelis hakim yang mengakui adanya diskriminasi yang bisa diartikan sebagai adanya ketidakadilan hukum, tetapi tetap saja menjatuhkan sanksi hukum,” tuturnya.

HNW berharap atas pertimbangan majelis hakim, jaksa penuntut umum (JPU) dapat berinstropeksi diri dengan menegakkan hukum secara benar, agar diskriminasi dan ketidakadilan hukum ini tidak terus berlanjut. Apalagi, sebelumnya, jaksa penuntut umum juga pernah menunjukan ketidak profesionalan atas tuduhannya kepada Habib Rizieq, dan mengakui salah serta meminta maaf kepada HRS.

Lebih lanjut, HNW menilai adanya nuansa ketidakadilan terhadap Habib Rizieq juga tercermin dalam perkara kasus kerumunan Petamburan, di mana Habib Rizieq divonis 8 bulan penjara.

Karena itu Hidayat yang juga Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), ini berharap kepada majelis hakim di perkara Habib Rizieq terkait kasus tes swab di Rumah Sakit UMMI, agar lebih berani menegakan hukum dan keadilan, dengan tak lagi membiarkan diskriminasi terus terjadi.

“Apabila memang tidak perlu diproses secara hukum pidana, ya harus tegas menyatakan hal tersebut di amar putusan. Jangan di pertimbangan mengakui adanya diskriminasi, tetapi di amar putusan tetap menjatuhkan hukuman,” ujarnya.

“Apalagi di Kasus RS UMMI, fakta persidangan menunjukan bahwa keterlambatan hasil tes swab dilaporkan ke Dinkes Kota Bogor karena hasil tersebut dibawa oleh polisi, bukan karena kelalaian RS maupun HRS. Pentingnya penegakan hukum yang adil, tanpa diskriminasi juga agar harapan Majelis Hakim terhadap HRS sebagai tokoh masyarakat yang dihormati, dapat mengedukasi masyarakat, bisa terlaksana dengan baik dan maksimal,” pungkasnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini