TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengungkapkan MPR RI melalui Badan Pengkajian bekerjasama dengan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI serta melibatkan pakar/akademisi dari berbagai disiplin ilmu, termasuk Lembaga Negara dan Kementerian Negara, sedang menyelesaikan draf atau rancangan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) berikut naskah akademiknya. Ditargetkan rancangan PPHN akan selesai pada akhir tahun 2021.
"Sehingga mulai awal tahun 2022, pimpinan MPR RI mulai bisa menjalin komunikasi politik dengan para pimpinan partai politik dan pemerintah, dalam hal ini Presiden, serta pimpinan DPD RI untuk membangun kesepahaman kebangsaan tentang pentingnya Indonesia memiliki PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan bangsa," ujar Bamsoet usai memimpin Rapat Pimpinan MPR RI secara virtual, di Jakarta, Senin (5/7/21).
"Tidak hanya dengan pimpinan partai politik, komunikasi politik juga akan dijalankan pimpinan MPR RI dengan berbagai kalangan, seperti pimpinan Ormas, civitas akademika dari berbagai kampus, hingga stakeholder terkait lainnya seperti dunia usaha," tambahnya.
Turut serta secara lengkap para Wakil Ketua MPR RI, antara lain Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarifuddin Hasan, Hidayat Nur Wahid, Zulkifli Hasan, Arsul Sani dan Fadel Muhammad yang mewakili Dewan Pimpinan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, saat pimpinan partai politik sudah saling sepaham, barulah kemudian MPR RI akan mengurus teknis administrasi pengajuan usul amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang hanya fokus pada penambahan dua pasal.
Antara lain penambahan ayat pada Pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN dan Penambahan ayat pada Pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan Presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN.
"Dengan demikian amandemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain diluar PPHN, seperti penambahan periodisasi masa jabatan presiden-wakil presiden ataupun mengembalikan kembali pemilihan presiden-wakil presiden melalui MPR RI. Mengingat pada Pasal 37 Konstitusi telah mengatur secara tegas mengenai mekanisme usul perubahan konstitusi yang tidak dapat dilakukan secara mendadak," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, proses panjang amandemen sudah diatur dalam ketentuan Pasal 37 ayat 1-3 UUD NRI 1945. Ayat 1 menjelaskan, bahwa usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR, yakni sekitar 237 dari 711 jumlah anggota MP yang terdiri dari anggota DPR RI dan DPD RI.
"Di ayat 2 Pasal 37 UUD NRI 1945 dijelaskan pula bahwa setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditujukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya," terang Bamsoet.
"Jadi masyarakat bisa mengetahui dengan jelas apa saja usulan perubahan yang diajukan oleh para wakilnya di MPR RI. Karena hanya akan membahas PPHN, amandemen terbatas konstitusi tidak akan membuka kotak pandora yang menimbulkan hiruk pikuk dan mengganggu stabilitas politik nasional," lanjutnya.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia ini memastikan, hadirnya PPHN tidak menyebabkan presiden kembali menjadi mandataris MPR yang harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada MPR.
Presiden-Wakil Presiden tetap menjadi mandataris rakyat, yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Proses pemberhentian Presiden/Wakil Presiden juga tetap mengacu pada ketentuan yang diatur dalam konstitusi, yakni pada Pasal 3 Ayat (3) dan Pasal 7B Ayat (1).
"Adanya PPHN juga tidak menghilangkan SPPN (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional), RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang), dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah). Justru PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis," tegas Bamsoet.
Ketua Umum Pengurus Besar Keluarga Olahraga Tarung Derajat ini menegaskan, keberadaan PPHN sangat penting untuk memastikan adanya satu pedoman/arah bagi seluruh elemen bangsa untuk meneguhkan pokok-pokok pikiran UUD NRI Tahun 1945 sebagaimana diamanatkan para pendiri bangsa yang diuraikan dalam naskah asli Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain juga memperkuat sistem presidensial di era desentralisasi, serta menjamin keberlangsungan kepemimpinan nasional yang konstitusional, kuat dan stabil dan berwibawa.
"Keberadaan PPHN juga akan memperkokoh integrasi bangsa dalam semangat persatuan dan kesatuan, yang berdasar kepada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika," pungkas Bamsoet. (*)