TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid mengingatkan, sesuai TAP MPR No. VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, seharusnya Ari Kuncoro mundur dari jabatannya sebagai Rektor Universitas Indonesia (UI).
Mundurnya Ari Kuncoro harus diikuti langkah Presiden Joko Widodo memperbaiki kembali Peraturan Pemerintah (PP) No. 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI yang menimbulkan polemik mengenai pelanggaran aturan terkait rangkap jabatan Rektor UI dan Komisaris BUMN.
“Selain perlu mentaati aturan yang dinyatakan sebagai negara hukum, ada pula etika penyelenggaraan negara maupun di dunia pendidikan yang sangat penting untuk menghadirkan keteladanan. Semuanya ditegaskan dalam TAP MPR No. VI/2001. Sesuai Etika Kehidupan Berbangsa, Ari Kuncoro wajarnya mundur sebagai Rektor, dan Presiden Jokowi memperbaiki kembali PP Statuta UI itu,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (23/7/2021).
HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid mengatakan, pengunduran diri Ari Kuncoro sebagai Komisaris Bank Rakyat Indonesia (BRI) perlu diapresiasi. Tetapi, itu saja tidak cukup.
Pengunduran dirinya dari Komisaris BRI, mengonfirmasi pembenaran kritik publik terhadap pelanggaran aturan rangkap jabatan yang dilakukan Ari Kuncoro sejak dilantik sebagai Rektor UI pada 4 Desember 2019 hingga saat diterbitkannya PP No. 75/2021 pada 2 Juli 2021. Apalagi revisi PP itu tidak berlaku surut, melainkan berlaku semenjak ditetapkan pada 2/7/2021.
“Ari Kuncoro tidak pernah minta maaf atas sikapnya yang menyalahi aturan itu. Ini merupakan pembelajaran yang sangat buruk soal taat aturan sebuah kampus di negara hukum. Padahal Rektor di kampus seharusnya menjadi teladan utama bagi para mahasiswa, agar mahasiwa bisa diajak untuk taat kepada hukum dan aturan. Kalau tidak, bagaimana Rektor / kampus mengajarkan Mahasiswa untuk taat hukum?” jelasnya.
Lebih lanjut, HNW mengatakan, secara etika penyelenggara negara dalam bidang penegakan hukum, bidang sosial maupun politik dan dunia keilmuan yang diatur dalam TAP MPR no VI/2001, Ari Kuncoro sudah tidak layak menjabat sebagai Rektor UI.
“Apalagi yang mengkritik rangkap jabatan Rektor UI itu adalah masyarakat kampus. Tidak terdengar kritikan dari lingkungan perbankan, mungkin karena Ari Kuncoro lebih diterima di sana,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengingatkan Presiden Joko Widodo bahwa dengan mundurnya Ari Kuncoro, mestinya Jokowi segera mengkoreksi terbitnya PP No. 75/2021 yang melegalkan rangkap jabatan itu.
“Presiden seharusnya hanya membuat revisi yang menguatkan ketaataan pada aturan hukum atau statuta yang ada, jangan malah membuat revisi yang membenarkan penyimpangan yang sudah ditolak oleh publik,” ujarnya.
Sudah selayaknya Presiden Jokowi kata HNW merombak total PP Statuta UI itu. Apalagi, selain ketentuan longgar terkait rangkap jabatan Rektor, ada pula ketentuan yang memberi kewenangan sangat besar bagi Rektor yang bisa mencabut gelar kehormatan, gelar akademik, dan penghargaan akdemik berdasarkan Pasal 41 ayat (4) PP tersebut.
“Ada kekhawatiran bahwa ketentuan ini bisa mengancam kebebasan akademik, independensi kampus dan otoritarianisme di kampus,” tukasnya.
Selain tidak sesuai dengan prinsip negara hukum yang diakui oleh Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, dan tidak sesuai dengan TAP MPR soal Etika Kehidupan Berbangsa, menurut HNW revisi PP Statuta UI itu perlu dilakukan kembali untuk mengurangi kontroversi dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap ketaatan kepada aturan hukum.
Apalagi, di tengah pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dibutuhkan untuk mengikuti kebijakan pemerintah dalam mengatasi covid-19, serta bergotong royong dan berkontribusi untuk mengatasinya.
“Agar pemerintah dipercaya rakyatnya, supaya mahasiswa mentaati kebijakan Pemerintah, seperti PPKM dan protokol kesehatan, mereka juga butuh keteladanan. Mereka perlu tahu bahwa Pemerintah dan para pemimpin tidak mengakali aturan, melainkan tulus dan sungguh-sungguh mentaati aturan,” pungkasnya.(*)