TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama Menkopolhukam Mahfud MD menilai sosok almarhum Sabam Sirait sangat pantas dianugerahi gelar pahlawan nasional.
Mengingat jasa dan pengabdian almarhum dalam mengisi kemerdekaan Indonesia sangat besar, khususnya dalam merawat kemajemukan bangsa dan menjaga demokrasi demi tetap tegak berdirinya NKRI.
Menkopolhukam Mahfud MD memaparkan beberapa syarat khusus dalam pemberian gelar pahlawan nasional, sebagaimana termuat dalam pasal 26 UU No.20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Antara lain, pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa; tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan; melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya; pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara; pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa; memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/atau melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.
"Saya dan Pak Mahfud MD beserta para tokoh bangsa lainnya seperti Ketua DPR RI 1999-2004 Pak Akbar Tandjung menilai bahwa sosok Sabam Sirait telah lebih dari cukup memenuhi berbagai persyaratan tersebut. Tinggal proses administratifnya yang perlu diselesaikan oleh Panitia Pengusulan Sabam Sirait sebagai Pahlawan Nasional dibawah koordinasi Rustam Effendy Nainggolan," ujar Bamsoet usai membuka Diskusi Publik Sabam Sirait dalam Berjuang Bagi Demokrasi dan HAM di Indonesia, diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI), di Gedung Nusantara IV MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (28/3/2022).
Bamsoet menjelaskan, kiprah dan pengabdian Sabam Sirait, baik sebagai aktivis dan pemikir yang idealis, maupun sebagai tokoh politisi yang disegani, telah mewarnai dan tercatat dalam sejarah panjang dinamika kehidupan politik di tanah air.
Kontribusi dan sumbangan pemikiran Sabam telah dilembagakan dalam berbagai institusi, antara lain sebagai Anggota DPR Gotong Royong (periode 1967-1973), sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Agung (periode 1983-1992), sebagai Anggota DPR RI dan MPR RI (periode 1973-1982 dan periode 1992-2009) serta sebagai Anggota DPD RI dan MPR RI (tahun 2018-2019 dan periode 2019-2024) yang meskipun harus diakhiri sebelum masa jabatannya selesai, telah ia jalani dengan penuh dedikasi hingga akhir hayatnya.
"Pemerintah Indonesia sebelumnya telah menganugerahkan Bintang Mahaputera Utama sebagai wujud pengakuan negara, atas jasa, darma bakti, dan pengabdian almarhum Sabam Sirait kepada bangsa dan negara. Selain Bintang Mahaputera Utama serta rencana pengusulan gelar Pahlawan Nasional, penghargaan yang tidak kalah pentingnya yang harus kita berikan kepada almarhum adalah merawat, menjaga, dan meneruskan nilai-nilai keadaban, kearifan, dan integritas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah beliau wariskan kepada kita," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan KADIN Indonesia ini menerangkan, dirinya bersyukur mendapatkan kehormatan dan kepercayaan sebagai inspektur upacara pada prosesi pemakaman almarhum di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada 3 Oktober 2021.
Di mata keluarga, Sabam adalah sosok yang sangat dicintai. Di mata kolega, beliau adalah sosok yang sangat dihormati dan disegani. Bukan karena latar belakang politiknya, tetapi karena kepribadian beliau yang senantiasa bersahaja, hangat, dan bersahabat.
"Bagi siapa pun yang mengenal Sabam Sirait, beliau adalah sahabat, guru, sekaligus teladan dalam kehidupan berpolitik, berbangsa dan bernegara. Almarhum merupakan pribadi yang sepenuh hati mencurahkan segenap tenaga dan pemikirannya untuk kemajuan demokrasi di Indonesia. Sikap politiknya jelas, yaitu menjunjung tinggi norma sebagai dasar pijakan. Di saat tertentu bisa saja bersikap kompromistis, tetapi tanpa mengorbankan prinsip dan integritasnya," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, di internal MPR RI, Sabam Sirait masih dikenang sebagai sosok yang 'berani' melakukan interupsi dalam forum Sidang Umum MPR tahun 1993.
Saat ini, interupsi sudah menjadi kelaziman praktik dalam kehidupan berdemokrasi, khususnya dalam implementasi politik representasi yang dilembagakan melalui forum rapat-rapat dan sidang-sidang, baik di MPR, DPR, maupun DPD. Namun pada tahun 1993 tersebut, interupsi masih menjadi barang tabu dan cenderung dianggap 'mengganggu'.
"Dalam memperjuangkan penegakan Hak Asasi Manusia, Sabam tidak hanya mengimplementasikan melalui jalur politik. Tetapi juga melalui berbagai forum diskusi seperti semiloka advokasi hukum dan HAM yang beliau hadiri. Dalam mengaktualisasikan sikap politiknya, mungkin Sabam bukanlah tipikal karakter yang lantang, berapi-api, dengan suara menggelegar. Tapi dari sinilah kita dapat belajar dari beliau, bahwa dengan ketenangannya, kita justru dapat menangkap dan merasakan makna terdalam dari apa yang beliau suarakan," pungkas Bamsoet. (*)