Selain ekses dari kenaikan harga energi, komunitas global juga mulai was-was dengan potensi gangguan pada rantai pasok sejumlah komoditi bahan pangan. Seperti diungkapkan juga oleh Presiden Joko Widodo bahwa tidak kurang dari 22 negara telah mengunci hasil pangan mereka.
Puluhan negara produsen itu menghentikan atau mengurangi volume ekspor karena lebih memprioritaskan kebutuhan dalam negeri. Cepat atau lambat, dampak dari fakta ini juga akan dirasakan masyarakat Indonesia. Sebab, selama ini, Indonesia masih impor jagung, gandum, dan kedelai.
Gandum untuk membuat mie, roti dan penganan kue lainnya, sedangkan kedelai untuk bahan baku tahu-tempe. Kalau situasinya tidak bertambah baik, potensi masalah yang akan dihadapi semua orang adalah kemungkinan terganggunya pasokan gandum, kedelai hingga jagung.
Kalau pasokan terganggu, dampaknya akan dirasakan langsung oleh puluhan juta konsumen dan ratusan ribu pengrajin tahu-tempe. Dari sekitar 160 ribu produsen tahu-tempe, mereka butuh ketersediaan kedelai sampai tiga juta ton per tahun. Belum lagi perkiraan risiko yang harus dihadapi oleh para produsen mie instant.
Presiden bersama para menteri tentu sudah membahas dan mengantisipasi ekses terburuk dari ketidakpastian global saat ini. Semua elemen masyarakat pun diharapkan memahami tantangan bersama yang memang sulit dihindari sekarang ini.
"Walau pun tidak mudah, masyarakat berharap pemerintah bisa meminimalisir ekses dari ketidakpastian global sekarang ini. Pemerintah dan masyarakat harus mampu mewujudkan suasana kondusif agar dari kebersamaan itu muncul kemampuan mengantisipasi kemungkinan terburuk," tutupnya.