Padahal, Undang-Undang Dasar secara nyata menyebutkan terdapat lembaga-lembaga negara lainnya yang mewakili cabang kekuasaan legislatif dan yudikatif, yang juga memerlukan haluan dalam menjalankan wewenang dan tugasnya.
Akibatnya, cabang-cabang kekuasaan dalam negara seperti tidak terhubung antara satu dengan yang lain, dan terkesan berjalan sendiri-sendiri.
"Tidak heran jika kini berkembang anggapan bahwa pandangan yang menjadikan pemilihan langsung sebagai alasan untuk menghilangkan eksistensi GBHN merupakan pemikiran yang keliru. Pemilihan langsung hanyalah bentuk sistem pemilihan presiden yang merupakan konsekuensi logis dari wujud kedaulatan rakyat. Pemberi kedaulatan yang terwakili oleh lembaga perwakilan rakyat yang paling lengkap, yaitu MPR seharusnya tetap memiliki hak untuk merumuskan arah haluan pembangunan nasional," tandas Bamsoet.
Dewan Pakar KAHMI sekaligus Wakil Ketua Penasihat ICMI ini menekankan, bertalian dengan dasar kedaulatan rakyat, serta model demokrasi permusyawaratan yang menjadi ciri khas demokrasi Indonesia, ide menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara sebagai panduan pembangunan menemui relevansinya.
Mengembalikan hal baik yang pernah ada di masa lalu ternyata tidak mudah. Dalam dua periode keanggotaan yang lalu, MPR hanya mampu menghasilkan rekomendasi ke rekomendasi lagi, kepada MPR periode berikutnya. Kita tidak ingin hal ini terus berlanjut.
Jika tidak ada halangan, pada pertengahan bulan September ini, MPR akan menyelenggarakan Sidang Paripurna untuk menindaklanjuti hasil kajian substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara yang telah diselesaikan oleh Badan Pengkajian MPR.
"Saya harus menegaskan gagasan menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara, tidak dimaksudkan untuk mempertentangkan dominasi antara eksekutif dan legislatif sebagaimana sering diperdebatkan para ahli. Tidak pula dimaksudkan sebagai upaya MPR untuk membatasi otoritas pemerintah dalam ruang presidensial. Gagasan ini didasari oleh niat baik, yaitu untuk lebih memberikan jaminan kesinambungan dan keterpaduan pembangunan seluruh penyelenggara negara, baik di pusat maupun daerah. Mampu memberikan gambaran wajah Indonesia dalam kurun waktu 50 atau 100 tahun ke depan, beserta tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuk mencapainya. Serta, untuk semakin meneguhkan arah cita-cita Indonesia merdeka," pungkas Bamsoet. (*)