Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kritikan terus berdatangan kepada Presiden SBY yang menyebut istilah monarki dikaitkan dengan rencana RUU Keistimewaan Yogyakarta yang baru. Kali ini, kritikan kepada Presiden SBY dilontarkan oleh mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi. Hasyim menandaskan, istilah monarki untuk DI Yogyakarta tidaklah tepat.
"Pendapat Presiden SBY bahwa kesultanan Yogyakarta adalah monarki, keliru. Bukan hanya faktor historis dan jasa kesultanan Yogyakarta kepada Republik Indonesia, tapi fakta yang ada, bahwa Sultan memerintah Yogyakarta bersama DPRD yang dipilih langsung oleh rakyat dan bersama-sama bertanggung jawab ke pemerintah pusat. Jadi, dimana monarkinya?" kata Hasyim Muzadi kepada Tribunnews.com, Rabu (1/12/2010) malam.
Hasyim Muzadi kemudian menyarankan Presiden SBY untuk tidak mengutak-atik keistimewaan Yogyakarta, dan Sultan melalui proses perundang-undangan. Bila tetap dilakukan maka akan berdampak yang bakal memukul balik SBY melalui gelombang emosional warga Yogyakarta.
"Kalau sampai referendum berjalan terus, akan berdampak luas terhadap keselamatan publik. Strategi mengerjai pesaing dan tokoh yang berbeda pendapat dengan kooptasi devide et impera serta isolasi, harus diganti dengan persaingan sehat demokratis berdasarkan strategi fastabigul khoirot (berlomba-lomba memberi kebaikan kepada rakyat)," ujarnya.
Dikatakan Hasyim Muzadi, manakala para tokoh nasional dikerjai satu persatu melalui kooptasi devide et impera serta isolasi dalam putaran pertama bisa saja berhasil, namun pada putaran selanjutnya akan berbalik menjadi common attack. "Alias serangan bersama-sama," tandas Hasyim Muzadi.(*)
Mantan Ketum PBNU Ingatkan SBY Tak Utak-atik Yogyakarta
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Juang Naibaho
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger