Laporan wartawan Tribunnews.com, Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens berpendapat ada atau tidak ada Mr. A, yang disebut-sebut ingin menghancurkan Demokrat dari dalam, seperti yang dilansir Wakil Sekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan menunjukkan bahwa sesungguhnya kondisi internal partai tersebut masih rapuh.
"Pendapat Ramadhan Pohan memperlihatkan kondisi internal demokrat yang rapuh dan bagi kita, bisa diramal, bakal berapa lama usia Demokrat setelah 2014. Paling tua, satu pemilu ia bertahan, kalau keadaan masih begini, pemilu berikutnya, Demokrat bakal terkubur," tegas Boni Hargens, dalam surat elektroniknya dari Jerman, Jumat (3/6/2011).
Menurut dosen ilmu politik UI yang sedang menimba ilmu di Berlin, Jerman, partai politik membutuhkan manajemen. Partai politik harus terus melakukan evaluasi dan konsolidasi. Itu pola kerja partai modern. Evaluasi kinerja dan ideologinya dalam kaitan dengan praktek politik, dan konsolidasi internal dalam rangka mewujudkan tujuan politik partai dengan terciptanya stabilitas dan kerjasama yang baik.
"Namun, ini yang tidak secara substansial diprioritaskan di tubuh Demokrat. Memang secara formal ada semua agenda macam ini, tapi pelaksanaannya tidak ada," katanya.
Boni mengatakan, sebagai partai yang baru muncul sesudah Reformasi 1998, yang tiba-tiba menjadi populer tak lepas dari anasir SBY. PD tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam hal konflik politik internal, konsolidasi, dan manajemen politik secara umum.
Bahkan antarkader, menurut Boni, sebetulnya tidak saling kenal. Karena ada satu poin dalam konsep kepartaian yang tidak dimiliki oleh para kader Demokrat umumnya, yakni "memiliki motivasi dan tujuan yang sama". Motivasi dan tujuan yang sama ini tidak ada. Para kader bersatu karena ada perekat tunggal yang menghipnotis mereka yakni SBY. Padahal masing-masing orang di dalam memiliki orientasi politik yang berbeda.
"Keadaan ini bertahan dalam lebih dari 5 tahun terakhir, betul-betul karena figuritas seorang SBY. Masalah mulai kelihatan menjelang 2014, dimana tak mungkin lagi SBY menjadi presiden, sementara sebagai partai pemenang pemilu, Demokrat pantas bermimpi untuk kembali melahirkan presiden baru," tandas Boni.
Menurut Boni, hal ini keadaan yang tak mudah. Siapa yang pantas menggantikan posisi SBY di 2014? Pertanyaan ini memicu konflik internal, yang bermula dari faksionalisasi, alias perpecahan semu. Gejala awal sudah jelas ketika pemilihan ketua umum yang lalu di Bandung. Jelas sekali sikut-sikutan terjadi antar kubu Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum. Juga ada kubu Marzuki Alie, tapi tak begitu agresif di permukaan dalam pertarungan itu.
"Sekarang mereka saling curiga, berusaha saling menjatuhkan, dan tentunya lupa berpikir tentang konsolidasi antarkader menuju 2014, karena kubu-kubu di dalam PD ini ingin menjadi yang terbaik di 2014. Lalu siapa yang salah?" ujar Boni Hargens.