Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vanroy Pakpahan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Syarifuddin Umar dituding tidak objektif saat memeriksa dan mengadili Gubernur non aktif Bengkulu Agusrin Najamuddin. Oleh karenanya tak heran Agusrin divonis bebas oleh hakim pengawas kepailitan PN Jakarta Pusat itu.
Demikian disampaikan oleh Ketua Persatuan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Hendrik Sirait.
"Fakta-fakta persidangan, majelis hakim berperilaku tidak objektif di mata kita, ada perlakuan diskriminatif terhadap saksi yang memberatkan," ujarnya, Jumat (3/6/2011).
Diskriminasinya yakni saat memimpin jalannya persidangan, Syarifuddin cenderung gemar "menyerang" saksi memberatkan bagi Agusrin. Sebaliknya, dirinya justru "kemayu" dan lembek kala memeriksa saksi meringankan bagi Gubernur non aktif Bengkulu itu.
"Tidak dicecar kuasa hukum tapi hakim yang memojokkan. Beda dengan saksi yang membela Agusrin. Mereka dibantu ketika diserang oleh JPU," jelas Hendrik.
Selain itu, meski mengetahui Agusrin tak ditahan dalam proses penyidikan dan penuntutan di Kejaksaan Agung, Syarifuddin tak juga mengeluarkan penetapan penahanan Agusrin. Alhasil, Agusrin pun tak pernah merasakan pahitnya hidup di balik jeruji sel tahanan.
"Soal vonis bebas, ada kejanggalan mulai proses diangkat sampai ditetapkan tersangka Agusrin tidak pernah ditahan," imbuhnya.
PBHI, kata Hendrik, mengapresiasi penindakan hukum yang dilakukan KPK terhadap Syarifuddin. Mereka berharap KPK dapat membongkar kasus dugaan
suap yang melibatkan Syarifuddin Umar, seluruhnya alias tidak terpaku hanya pada kasus menerima suap dari Kurator PT Skycamping Indonesia (SCI) Puguh Wirayan.
Hendrik menduga masih ada kejahatan lain yang dilakukan oleh Syarifudin. Kejahatan itu bisa jadi lebih besar. "Kami berharap KPK tidak hanya terpaku melakukan penyidikan dugaan suap S dengan PW kurator perusahaan pailit PT SCI, tapi KPK juga harus membongkar kasus lain," ujarnya.