TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk mengembangkan kasus dugaan suap yang menjerat hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Syarifuddin Umar ke kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh hakim kepailitan itu.
Menurut Indonesian corruption watch (ICW), KPK harus menelusuri adanya indikasi suap dalam perkara yang diperiksa dan diadili oleh Syarifuddin, termasuk vonis bebas Gubernur non aktif
Bengkulu Agusrin Najamuddin.
"Tidak saja dalam kasus kepailitan, namun juga dalama kasus yang lain, khususnya semua kasus korupsi yang pernah diperiksa dan diputus oleh hakim Syarifuddin. Terakhir kasus korupsi dengan terdakwa Agusrin," ujar Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho
dalam keterangan persnya, Jumat (3/6/2011).
Emerson menegaskan, proses penyidikan terhadap hakim Syarifuddin harus ditangani sendiri oleh KPK. Hal tersebut untuk memastikan proses hukum yang cepat dan menutup peluang korupsi dan kolusi di dalamnya.
"KPK sebaiknya menangani sendiri kasus suap yang melibatkan hakim Syarifuddin Umar. Tidak tidak melimpahkan kepada kejaksaan atau kepolisian," imbuhnya.
Pria berkacamata itu menambahkan, hukuman terhadap Syarifuddin selaku aparat penegak hukum juga harus diperberat. KPK diminta menuntut Syarifudin dengan hukuman maksimal sesuai pasal yang mengatur tentang penyuapan dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Syarifuddin bisa diancam hukuman pidana paling berat selama 20 tahun penjara. Hal ini untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan shock therapy bagi hakim yang lain," ungkapnya.