TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institusi Mahkamah Agung (MA), menurut Ketua MA, Harifin Tumpa, merasa bertanggung jawab moral terhadap terjadinya dugaan penyuapan yang dialami oleh Hakim Pengawas Kepailitan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat, Syarifuddin Umar.
"Secara institusi, merupakan tanggung jawab moral, harus dilakukan evaluasi sistem," ucap Harifin, yang ditemui wartawan selepas menunaikan Shalat Jumat, di Gedung MA, Jakarta, Jumat (10/6/2011), siang.
Ia pun merasa prihatin dengan adanya kejadian tersebut, hal itu dikarenakan peristiwa tersebut telah mencoreng kredibilitas lembaga pengadilan.
"Saya sebagai pimpinan lembaga peradilan tertinggi merasa prihatin dengan adanya peristiwa yang mencoreng kredibilitas lembaga peradilan," katanya.
Namun ia menolak bila dikatakan reformasi lembaga pengadilan gagal, akibat perilaku Syarifuddin. Hal itu menurutnya dikarenakan, tak semua hakim berperilaku sama dengan Syarifuddin.
"Ibaratnya sebuah pohon, katakanlah mangga. Dia berbuah manis dan utuh, tentu satu dua busuk atau dimakan kelelawar," ujarnya.
Ia mengakui sulitnya melakukan pengawasan terhadap 35 ribu orang hakim yang tersebar di seluruh Indonesia, kendati MA, menurutnya sudah melakukan pengawasan oleh tingkat pusat, maupun di delegasikan ke Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh provinsi.
"Keterbatasan-keterbatasan, seperti yang saya katakan, pengawasan 35 ribu personil tak mudah dan tak gampang," ucapnya.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan hakim Syarifudin Umar tengah menerima sejumlah uang di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara, Rabu 1 Juni 2011 pukul 22.15 WIB. Uang ini diberikan kurator PT Sky Camping Indonesia (SCI), Puguh Wirawan diduga terkait kasus kepailitan perusahaan.
KPK juga telah menetapkan Hakim Syarifudin dan Puguh sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penyuapan.