TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan perkara penerimaan suap dengan terdakwa hakim pengawas kepailitan non aktif Syarifuddin Umar ditunda untuk memberikan kesempatan kepada tim penasihat hukum melakukan insahe (pemeriksaan terhadap berkas barang bukti terkait perkara).
Keputusan ini diambil oleh majelis hakim yang diketuai oleh Gusrizal setelah tim penasihat hukum Syarifuddin Umar menyampaikan uneg-uneg mereka yang hingga kini belum jua mendapatkan salinan barang bukti terkait perkara tersebut, dari tim jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK.
"Jadi saksi belum bisa kami periksa. Kami beri waktu selama tujuh hari untuk melakukan insahe," ucap Gusrizal di Pengadilan Tipikor, Senin (7/11/2011).
Seiring dengan keputusan itu, Majelis hakim pun memerintahkan tim JPU pada KPK untuk menyerahkan barang bukti terkait penyidikan perkara ini, ke Pengadilan. "Silakan saudara menyerahkan semua barang bukti yang menyangkut dengan kasus ini diberikan kepada pengadilan," katanya.
Penetapan tersebut sebenarnya sudah dikeluarkan oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, sejak dua minggu lalu. Namun, menurut Hotma Sitompul, salah satu penasihat hukum Syarifuddin, hingga Jumat kemarin, JPU belum jua melaksanakan penetapan tersebut.
Inilah yang kemudian dituntut Hotma dan rekan-rekannya yang tergabung dalam tim penasihat hukum Syarifuddin. Hotma mengatakan, pihaknya merasa perlu mendapati salinan barang-barang bukti tersebut, untuk keperluan pembelaan mereka. Keberatan tim penasihat hukum semakin menjadi-jadi setelah JPU berpendapat hak insahe tidak ada atau tidak diatur dalam KUHAP.
"Ini jadi hambatan bagi kami. Ini kan nanti ditanya (ke saksi). Kami tanya ke jaksa apa sih keberatannya?" ujar Hotma.
Tim JPU yang dipimpin oleh Zet Todung Allo menolak disalahkan dan atau disudutkan terkait hal ini. Zet mengaku pihaknya telah berusaha menyerahkan berkas barang bukti itu kepada pengadilan. "Yang mulia kami nggak mau dipojokkan. Senin lalu kami sudah berusaha menyerahkan kepada pengadilan. Tapi saat itu tidak ada yang mau menerima," katanya.
JPU menolak disebut melawan penetapan Majelis Hakim. Mereka mengaku siap menjalankan penetapan pengadilan, termasuk jika penetapan itu meminta mereka menyerahkan barang bukti asli yang mereka miliki sepanjang itu tak melanggar hukum acara yang berlaku dan azas peradilan cepat, sederhana, dan berbiaya murah. "Kapanpun kami siap menyerahkan, asli dan fotocopy. Tapi jangan sampai melanggar hukum acara," tuturnya.
Menanggapi JPU, hakim membantah pihaknya tak bersedia menerima barang-barang bukti yang akan diserahkan itu. Mereka mengaku, tak kuasa menerima barang-barang bukti itu lantaran keterbatasan muatan tempat penyimpanan.