TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, tak mempermasalahkan jika KPK hendak menjadikan tersangka kasus korupsi Wisma Atlet dan Kemendiknas, Angelina Sondakh (Angie) menjadi whistle blower atau justice collaborator.
Menurut Pramono, yang terpenting dilakukan KPK saat ini adalah bagaimana menekan frekuensi, niat, serta memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana korupsi tersebut.
"(Yang terpenting) bagaimana persoalan yang menyangkut tindak pidana korupsi, bukan hanya pada Angie tapi terhadap semuanya, baik itu intensitas, freksuensinya, keberaniannya itu, bisa menurun," kata Pramono di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (1/5/2012).
Pramono merasa miris, karena selama tiga periode pergantian pimpinan KPK, jumlah korupsi tidak pernah menurun. Justru yang terjadi adalah para pelaku lihai, canggih, variatif, dan berkualitas dalam memainkan modus korupsinya. "Sekarang makin canggih memanfaatkan peluang itu," ujarnya.
Dengan demikian, lanjut Pramono, seharusnya yang dilakukan KPK, yakni dengan memberikan hukuman atau jeratan pasal kepada para pelaku tanpa pandang bulu, terutama jabatannya.
Menurut Pramono, selama ini aksi KPK dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan pejabat tak sebanding dengan bombastisnya pemberitaan hingga berbulan-bulan. Dan mata masyarakat makin terbelalak kala si pelaku korupsi itu justru mendapatkan hukuman ringan.
"Beritanya (kasus besar) itu bisa berbulan-bulan, tetapi action-nya (aksi) kecil, penganganannya tidak maksimal," sindirnya.
Realitas perlakuan proses hukum ini, lanjut Pramono, lebih kurang sama atau justru timpang dengan para pelaku pelanggar pidana ringan, seperti maling sandal.
"Kita harus (bertanggung jawab) memperbaiki hukum ini bersama-sama," imbuhnya.