TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, sangat menyayangkan KPK baru memblokir rekening tersangka korupsi proyek Wisma Atlet SEA Games dan Kemendiknas, Angelina Sondakh.
Menurut Bambang, seharusnya KPK memblokir rekening Angie, sapaan Angelina, pada penetapannya sebagai tersangka. Ia curiga Angie lebih dulu mengubah data rekeningnya sebelum ditahan.
"Jangan lupa, Angie pasti sudah memprediksi bahwa rekening miliknya pada akhirnya akan diblokir KPK. Sehingga, bukan tidak mungkin, data keuangan dalam rekening Angie sudah mengalami banyak perubahan," ujar Bambang di gedung DPR, Jakarta, Senin (7/5/2012).
Menurut Bambang, kecurigaannya itu karena Angie memiliki waktu untuk mengubah data rekeningnya mulai penetapan tersangka Februari hingga KPK memblokir rekeningnya pada Mei 2012 ini.
Sebelumnya, pengacara Angie, Teuku Nasrullah, menyatakan pemblokiran tiga rekening kliennya. Masing-masing adalah rekening gaji Angie sebagai anggota DPR di Bank Mandiri berisi Rp 50 juta, rekening berisi deposito di sebuah bank swasta sebesar 10 ribu Dolar Amerika Serikat (AS) dan rekening asuransi anak Angie sebesar Rp 60 juta.
Bambang menganggap tak ada yang luar biasa dengan pemblokiran Angie itu, karena hal itu hanya bagian kelanjutan sebuah proses.
Menurutnya, yang terpenting dan ditunggu publik adalah rumusan dakwaan dari pihak KPK kepada Angie.
Ia mengingatkan, rangkaian persidangan kasus Wisma Atlet dengan terdakwa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, dan sejumlah saksi, sudah memberi gambaran sangat jelas tentang sumber dana dan alirannya.
Dari persidangan Nazaruddin, muncul pula indikasi dan pihak-pihak yang terlibat praktik pencucian uang. Pihak-pihak yang terlibat maupun diduga terlibat telah menjadikan sebuah unit usaha sebagai sarana mengumpulkan uang jasa (fee) proyek, sebelum dibagikan atau dialirkan ke pihak lain.
"Pihak-pihak yang terlibat maupun diduga terlibat telah menjadikan sebuah unit usaha sebagai sarana mengumpulkan uang jasa (fee) proyek, sebelum dibagikan atau dialirkan ke pihak lain," jelasnya.
Menurut Bambang, saat ini masyarakat berharap KPK fokus pada konstruksi kasus seperti itu. "Tantangannya memang berat, karena KPK terus diintai predator proses hukum. Kemungkinan mengubah konstruksi inilah yang paling dikhawatirkan berbagai kalangan. Sebab, perubahan konstruksi kasus akan menentukan arah dakwaan," ujarnya.
Bagi Bambang, fakta dan pengalaman penanganan kasus membuktikan bahwa rekayasa dakwaan untuk menguntungkan posisi terdakwa pun bisa terjadi di KPK. Karena itu, Ketua KPK Abraham Samad dan pimpinan KPK lainnya harus mewaspadai kemungkinan terburuk itu.