TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle Syahganda Nainggolan menegaskan grasi terhadap terpidana Schapelle Leigh Corby (34), menunjukkan kebingungan Pemerintah RI.
Belum lama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi terhadap warga negara asal Australia itu berdasarkan Keputusan Presiden No 22/2012, yakni berupa pemotongan lima tahun masa tahanan.
“Harusnya didahului dengan ikatan perjanjian saling menguntungkan atau untuk pertukaran kepentingan yang tepat antar kedua belah pihak, sehingga tak menunjukkan kebingungan maupun kelemahan RI terhadap grasi tersebut,” ujarnya di Jakarta, Kamis (24/5/2012).
Syahganda mengaku heran atas sikap RI utamanya SBY yang terkesan memendam misteri di balik adanya grasi untuk Corby, apakah terkait alasan yang dapat dibenarkan ataukah semata-mata menyangkut tekanan kekuatan asing.
Jika demikian, SBY ingkar karena dalam sidang kabinet pada 2011, kata Syahganda, Menkopolhukam Joko Suyanto menyatakan SBY tak akan ampuni terpidana kasus terorisme, narkoba, dan korupsi, kecuali atas pertimbangan kemanusiaan dan khusus bagi yang berusia di atas 70 tahun.
"Nah, untuk Corby yang masih muda ini alasan sebenarnya apa,” tanya kandidat doktor ilmu kesejahteraan sosial Universitas Indonesia itu.
Apalagi, sejak tertangkap di Bandara Ngurah Rai, Bali, 8 Oktober 2004, Corby juga menyelundupkan 4,2 kilogram narkoba jenis ganja/mariyuana. Sepanjang penyelidikan dan di pengadilan, Corby tak pernah mengakui perbuatannya hingga akhirnya diganjar 20 tahun penjara.
“Karenanya, kasus grasi Corby ini terbilang aneh, sekaligus hanya mempertontonkan kebingungan RI di hadapan rakyatnya serta di mata negara lain yang bersikap keras dalam menghukum kejahatan narkoba,” tandasnya.
Syahganda juga menambahkan, sikap Pemerintahan SBY yang melempem dalam menangani kasus Corby, akan semakin memperparah ketakberdayaan RI dalam memberantas kejahatan internasional di bidang narkotika dan sejenisnya.
“Itu karena kita selalu mudah membungkuk pada tekanan pihak tertentu, yang kemudian membuat sikap politik ataupun penegakan hukum jadi kacau-balau serta sekadar dijadikan olok-olokan berbagai pihak,” ujarnya.