TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski namanya ikut dalam rombongan ke lokasi venue PON Riau, anggota Komisi X DPR dari Partai Golkar Zulfadli tak membantah maupun mengiyakan kebagian uang pelicin sebagaimana kesaksian mantan Kadispora Riau Lukman Abbas dalam persidangan perkara suap perubahan Ranperda Nomor 6 tahun 2010 tentang pembangunan stadion PON Riau atas terdakwa Eka Dharma Putra pada Kamis (2/8/2012) kemarin.
Zulfadli merasa yakin tidak ada uang yang diberikan ke Komisi X. Namun, ia mengatakan tak menutup kemungkinan uang itu diterima oleh oknum anggota Komisi X. Ia pun mempersilakan KPK untuk mendalami pengakuan Lukman tersebut.
"Kalau ada oknum Komisi X yang menerima mungkin saja. Dan biar KPK saja yang mendalaminya," kata Zulfadli di Jakarta, Jumat(3/8/2012).
Dalam kesaksiannya, Lukman menyebutkan masing-masing dari 12 anggota Komisi X itu mendapat amplop berisi 5 ribu dolar AS dan cinderamata sarung, sebagaimana perintah Gubernur Riau Rusli Zaenal.
"Saya tidak bersikap dulu karena tuduhan tersebut masih harus dibuktikan oleh KPK," ujar Zulfadli.
Dalam kesaksiannya, Lukman selaku staf Gubernur Riau Rusli Zaenal juga menyebut pada awal Februari 2012, dirinya pernah menemani Rusli Zainal bertemu dengan Ketua Fraksi Golkar DPR Setya Novanto di Jakarta untuk membahas kekurangan dana PON dan menyerahkan proposal bantuan dana APBN melalui Kemenporan senilai Rp 290 miliar. Untuk memuluskan langkah itu, pihak Rusli harus menyediakan dana 1.050.000 Dolar AS atau sekitar Rp 9 miliar.
"Setelah pertemuan dengan Setya Novanto di DPR, saya disuruh menyerahkan uang kepada Kahar (Muzakir). Saya kemudian menemuinya di lantai 12. Namun, bukan dia yang menerima uang. Uang 850 ribu Dolar AS diserahkan oleh sopir saya kepada Acin, ajudan Pak Kahar, di lantai dasar Gedung DPR. Selebihnya 200 ribu Dolar AS lewat Dicky dan Yudi (dari Konsorsium Pembangunan Stadion Utama PON)," ujar Lukman dalam persidangan.
Menurut Zulfadli, dirinya mengenal Kahar Muzakir hanya sebatas hubungan sama-sama anggota Fraksi Partai Golkar di Komisi X.